Blog Hobi dan Informasi

Selasa, 31 Desember 2024

Euphorbia, Bunga Cantik Pembawa Keberuntungan yang Kaya Warna



Euphorbia (Euphorbia milii E.) merupakan salah satu tanaman hias yang kerap dijumpai sebagai dekorasi di halaman rumah. Tanaman satu ini juga sering disebut sebagai tanaman mahkota berduri. Tanaman hias ini mudah dikenali karena memiliki bunga dengan warna yang cantik, namun batangnya dipenuhi duri.

Nama euphorbia diambil dari salah seorang dokter kerajaan Juba Mauritania di Afrika Utara yang bernama Euphorbus. Dokter Euphorbus lah yang memindahkan bunga ini dari gurun pasir menjadi bunga penghias yang cantik di kerajaannya.

Tanaman euphorbia hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran, banyak yang memiliki daun mirip seperti kaktus dan guratan warna-warni merah, putih, dan masih banyak lagi. Hampir semua spesies euphorbia adalah sukulen, dan spesies yang bukan sukulen digambarkan sebagai semak berkayu atau tanaman herba.

Batang euphorbia dipenuhi duri-duri tajam

Ciri khas euphorbia adalah batangnya yang diselimuti duri. Ada yang berduri tunggal, ganda, dan duri yang berkelompok. Bagi orang Thailand, duri-duri itu “dianggap” mampu mengusir roh-roh jahat, di beberapa daerah euphorbia dianggap sebagai pembawa keberuntungan. Selain itu batang euphorbia juga bergetah.

Baca juga : Kastuba, Tanaman Hias Berdaun Merah Kaya Nutrisi untuk Pengobatan Herbal

Jaringan xylemnya mengeluarkan eksudat putih disebut dengan getah susu (milky sap) lengket dari batangnya, yang diketahui bisa menyebabkan iritasi pada manusia, anjing, dan kucing. Meskipun ada jenis tanaman ini yang bisa mengiritasi namun euphorbia dikenal karena bentuknya yang beragam, dari yang berduri seperti kaktus hingga yang berbentuk semak kecil.

Euphorbia dijuluki Crown of Thorns Flower (bunga mahkota berduri)

Euphorbia yang tumbuh sehat ditandai dengan daunnya yang agak tebal, dengan permukaan halus, dan tulang daun yang menonjol. Bentuk daun ada yang berujung lancip, oval, ada juga yang membulat, dan ada pula yang berbentuk hati dengan ukuran bervariasi menurut hibrida dan kultivar.

Bunganya kecil berwarna kuning dengan cyathia bewarna warni sebagai hasil dari hibridasi. Umumnya tanaman ini memiliki bunga sejati yang sempurna dengan organ seksual jantan dan betina yang lengkap. Namun, ada juga yang memilki bunga yang tidak sempurna yang tidak memiliki organ seksual dan bersifat steril, sehingga tidak dapat digunakan untuk perbanyakan generatif.

Beberapa kultivar dari euphorbia memiliki bunga yang keseluruhannya merupakan bunga yang tidak sempurna. Adapula tanaman euphorbia yang sebagian bunganya merupakan bunga sempurna dan beberapa kondisi tumbuh bunga yang tidak sempurna.

Bunga euphorbia yang sempurna selalu berkelipatan 8. Euphorbia dikenal juga sebagai bunga delapan dewa. Sementara itu perakaran euphorbia merupakan akar serabut dangkal yang tumbuh menyebar. Di Indonesia, Euphorbia menjadi populer karena daya tarik bunganya yang unik serta ketahanannya terhadap cuaca tropis.

Euphorbia termasuk jenis tanaman yang peka terhadap cahaya malam hari

Tanaman euphorbia berasal dari daerah Madagaskar yang beriklim tropis. Selanjutnya menyebar ke Asia dan Afrika. Dulu, tanaman asal Madagaskar ini bunganya kecil-kecil dan warnanya terbatas. Kemudian dilakukan rekayasa genetika oleh para ahli tanaman di Thailand.

Baca juga : Sukulen, Tanaman Hias Cantik dan Unik yang Mudah Dirawat

Barulah dihasilkan beberapa Euphorbia hibrida dengan bunga yang lebih besar dan warna yang beragam, bahkan bergradasi. Dari Euphorbia red dragon yang bunganya merah seperti kulit naga dan kesegaran bunga bertahan 2 – 3 bulan, sampai Euphorbia red pearl dengan bunga merah menyala.

Bunga euphorbia ketika masih kuncup

Sebagian dari jenis euphorbia tumbuh menyemak, tetapi ada juga jenis-jenis yang tumbuh tinggi dan besar. Batang euphorbia tidak berkayu, tetapi jika tumbuh membesar akan mengeras. Bentuk batangnya ada yang bulat, ada pula yang bersudut.

Euphorbia juga ada yang berupa species, ada juga yang varietas (biasa disebut jenis hibrida atau hasil persilangan). Euphorbia berkerabat dekat dengan kastuba, sehingga euphorbia juga adalah jenis tanaman yang peka terhadap cahaya pada malam hari. Adanya cahaya malam hari menjadikan tanaman ini tidak mau berbunga, tetapi akan mempercepat atau memacu tumbuhnya tunas samping.

Euphorbia dapat tumbuh pada kisaran temperatur 4 – 40 °Celsius. Di habitat aslinya, tanaman ini tumbuh di lahan terbuka dengan paparan sinar matahari penuh, setidaknya 6 hingga 8 jam setiap hari. Dan cukup toleran berada dilokasi sedikit ternaungi. Namun, tanaman ini relatif tidak tahan jika ditempatkan dalam ruangan.

Meskipun toleran terhadap kondisi ternaung, tetapi pertumbuhan euphorbia akan lebih optimal bila ditanam di lahan terbuka. Kondisi ternaung akan memengaruhi pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan tunas aksilar dan pembungaan. Pada kondisi ternaung, kecepatan tumbuh vegetatifnya relatif cepat, tetapi tunas yang terbentuk lebih sedikit dan lemas.

Bunga euphorbia merah

Euphorbia sangat sensitif terhadap tanah yang basah, jadi menanamnya di lokasi yang memiliki drainase yang baik adalah suatu keharusan. Biasanya, campuran berpasir dengan pH netral adalah pilihan yang tepat. Tanaman euphorbia umumnya hanya membutuhkan penyiraman yang konsisten ketika sedang aktif tumbuh.

Baca juga : Lidah Mertua, Tanaman Sukulen Kaya Manfaat Bagi Manusia dan Lingkungan Sekitar

Euphorbia merupakan tanaman yang sangat adaptif. Bahkan di dataran tinggi sekalipun bunga ini dapat tumbuh dengan baik.Di dataran rendah pertumbuhannya akan lebih cepat. Dengan kondisi udara yang hangat serta sinar matahari yang cukup, akan membuat tanaman ini berbunga dengan cepat.

Euphorbia berbunga putih

Namun, bila kondisi lingkungan tidak bersih atau banyak polusi, euphorbia akan malas bahkan tidak akan mau berbunga. Tanaman mahkota duri ini cukup mudah beradaptasi terhadap berbagai suhu. Kebutuhan kelembapan bervariasi dari satu spesies ke spesies lain.

Kelembapan udara yang terlalu tinggi akan menurunkan aktivitas metabolisme tanaman, sehingga tanaman peka terhadap serangan penyakit. Namun, euphorbia masih bisa ditanam di dataran tinggi asal pencahayaannya cukup dan curah hujan rendah.

Euphorbia dengan warna bergradasi yang cantik

Perbanyakan Euphorbia dapat ditempuh dengan vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan jalan vegetatif relatif mudah. Anda hanya perlu memotong batang Euphorbia untuk dijadikan stek batang. Tidak hanya itu, perkembangbiakan Euphorbia secara vegetatif dapat dilakukan dengan sambung batang.

Perbanyakan dengan cara ini mampu menghasilkan Euphorbia lebih cepat berbunga dan tak berbeda dengan induknya. Sedangkan perkembangbiakan generatif dapat dilakukan dengan biji. Sayangnya, perkembangbiakan generatif lama dan memiliki tingkat keberhasilan rendah. Oleh karena itu, biasanya dilakukan perkembangbiakan dengan vegetatif. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Euphorbia, Tanaman Mahkota Berduri yang Cantik dan Pembawa Keberuntungan


Discus, Ikan Hias Unik Berjuluk “King of Aquarium” dari Sungai Amazon



Ikan Discus merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar asli dari lembah Sungai Amazon, Amerika Selatan. Discus termasuk jenis ikan hias yang sangat digemari, selain karena bentuknya yang menggemaskan, warna dan corak yang dimilikinya juga sangat unik.

Sebagai ikan hias air tawar, discus menempati kedudukan sebagai “King of Aquarium” karena termasuk jenis ikan hias air tawar dengan penggemar terbanyak. Mengapa dinamai Discus? Pemberian nama ini berdasarkan kepada bentuknya yang pipih seperti sebuah piringan saat ditegakkan.

Ikan discus ditemukan pertama kali oleh Dr. Johan Jacob Heckel tahun 1840 di kota Manaus, Brazil. Kala itu, Dr. Johan menemukan ikan yang bentuknya pipih seperti piringan cakram, sehingga dia berikanlah nama “discus” yang berarti ‘cakram’.

Symphysodon aequifasciatus


Ikan tersebut lantas diberi nama Heckel Discus. Ikan ini berkembang biak di musim penghujan pada habitat aslinya, di antara Desember hingga Januari. Saat tingkat kesadahan air sungai lebih lunak dan kadar pH air cenderung asam.

Baca juga : Manfish, Jenis Ikan Hias Air Tawar yang Cukup Populer

Kemudian di tahun 1904, oleh Pellegrin kembali ditemukan jenis discus lainya yaitu discus hijau, tepatnya di danau Tefe dan Teruvian, wilayah Amazonia. Selanjutnya, pada 1960 di kota Manaus, Brazil, Schultz menemukan 2 sub spesies discus yaitu Blue Discus dan Brown Discus.

Symphysodon discus

Habitat alami ikan discus adalah air tergenang, aliran airnya lambat, dangkal, bersih, dan umumnya berada di daerah sungai dan danau yaitu di daerah Sungai Amazon di Brazilia, Colombia, Peru dan Venezuela. Discus hidup pada air ber pH 5 – 6 dengan kesadahan 10 – 30 ppm dan suhu 28 – 30 oC, dan kandungan oksigen terlarut ≥ 5 ppm, tetapi ikan diskus bisa toleran sampai 2 ppm.

Insang ikan discus mampu mendifusikan air sembari menjaga kadar garam dalam cairan tubuh secara simultan. Adaptasi pada bagian sisik ikan juga memainkan peran penting; ikan discus yang kehilangan banyak sisik akan mendapatkan kelebihan air yang berdifusi ke dalam kulit, dan dapat menyebabkan kematian pada ikan.

memiliki ciri-ciri ujung sirip punggung dan sirip anal lancip, ovipositor (alat untuk menempelkan telurnya) sedikit menonjol dan alat kelaminnya berbentuk lonjong atau elips. Discus betina memiliki ciri-ciri ujung sirip punggung dan sirip anal membulat, ovipositor lebih menonjol dan alat kelaminnya membulat.

Ikan discus ini memiliki 3 spesies besar yakni ikan discus biasa (Symphysodon aequifasciatus), ikan discus heckel (Symphysodon discus), dan spesies baru yang bahkan belum diberi nama tetapi telah memiliki nama latin Symphysodon tarzoo.

Symphysodon tarzoo

Bentuk ikan hias ini dari seluruh spesies pasti memiliki tubuh yang pipih dan corak warna-warni seperti hijau, kuning, merah, biru, dan bahkan campuran. Dapat dikatakan ikan ini adalah ikan hias yang mini karena tinggi dan panjangnya berkisar antara 20-25 cm saja. Berat tubuhnya 150-250 g.

Baca juga : Louhan, Ikan Hias Air Tawar Cantik dengan Dahi Unik

Discus adalah jenis ikan yang hidup secara berkelompok (social fish). Bahkan di alam bebas, aslinya mereka hidup dalam kelompok besar. Ikan ini suka menghabiskan hidupnya di antara kelompok spesiesnya sendiri, tapi memilih pasangannya secara hati-hati.

Discus mempunyai bentuk yang unik dengan warna yang menawan

Meskipun dipelihara dengan betina dan jantan lainnya, sebagian besar ikan discus akan menemukan satu pasangan yang benar-benar cocok. Ikan discus akan memilih pasangan kembali selama periode pemilihan berikutnya.

Sama dengan ikan neon tetra, ikan discus juga bisa mati jika dipelihara sendiri karena merupakan ikan yang senang berkelompok. Ikan discus yang dibiarkan sendiri bisa mengalami stres sangat besar karena terlalu sensitif terhadap situasi tersebut.

Untuk itu, setidaknya memelihara ikan discus enam ekor dalam satu akuarium agar jauh dari stres dan rasa takut berkepanjangan. Keadaan stres dan rasa takut berkelanjutan dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah dan terganggu, yang akhirnya membuat ikan discus terkena infeksi dan parasit.

Ikan discus berkembangbiak dengan bertelur. Telur-telur ikan discus ini nantinya akan dijaga oleh kedua orang tuanya, baik betina maupun jantan. Lucunya, saat telurnya sudah menetas, anak-anaknya yang masih kecil akan terus berenang mengekori induknya kemanapun.

Di habitat alaminya, ikan discus hidup berkelompok

Ikan discus adalah “orang tua” yang sangat penyayang dan bertanggung jawab. Ikan discus memberi makan bayinya dengan semacam lendir yang keluar dari area permukaan tubuhnya. Ditambah lagi, lendir ini berubah saat anak-anaknya tumbuh sehingga memungkinkan ikan discus memberikan nutrisi berbeda sesuai dengan tahapan perkembangan anak ikan.

Baca juga : Dwarf Cichlid, Ikan Hias Air Tawar Mungil Nan Menawan Hati

Ikan discus termasuk dalam famili Cichlidae, yang juga disebut Cichlid, dalam ordo Cichliformes. Adapun famili Cichlid dikenal sebagai hewan peliharaan cukup agresif. Perilakunya yang terlalu teritorial dapat dengan cepat berkembang karena kurangnya makanan, waktu kawin, bahkan beberapa warna yang mencolok di antara ikan lainnya.

Discus tergolong ikang yang ramah sehingga bisa dicampur dengan jenis ikan lainnya

Namun, jika dibanding spesies lain dalam famili tersebut, ikan discus tergolong lebih ramah. Ikan ini masih bisa menunjukkan tanda-tanda agresi dari waktu ke waktu. Akan tetapi, ikan discus lebih bersahabat, bahkan bisa dipelihara dengan jenis ikan lainnya dalam satu akuarium jika memilih jenis yang tepat.

Meski bukan hewan nokturnal, ikan discus lebih menyukai jam-jam yang lebih gelap daripada terang. Namun, ikan discus tetap membutuhkan pancaran sinar matahari harian lantaran merupakan ikan tropis. Hanya saja, ikan discus memanfaatkan waktu pada siang hari untuk beristirahat.

Induk discus dengan anak-anaknya

Ketika sore menjelang malam hari tiba, ikan cenderung menjadi lebih aktif dan saling berinteraksi. Bahkan, banyak pemilik ikan discus mengungkapkan, ikan peliharaanya justru mulai lebih aktif ketika memasuki waktu tidur manusia.

Ikan discus termasuk ikan yang cerdas. Tidak hanya bisa mengenali pemiliknya dari waktu ke waktu, tapi juga bisa datang menyapa pemiliknya yang baru memasuki ruangan. Ketika waktu makan tiba, umumnya orang-orang akan menjatuhkan makanan ikan ke dalam akuarium. Untuk ikan ini, kamu bisa memberi makanan langsung dengan tangan.

Kontes ikan discus

Akan tetapi, ikan discus tidak cocok dipelihara oleh pemula dan memiliki tantangan untuk mereka yang berpengalaman. Tantangan terbesar adalah menjaga air tetap jernih dan parameternya sangat stabil. Dua hal ini mungkin terasa mudah dilakukan, tapi pertimbangkan ukuran ikan discus yang cukup besar dan jumlahnya dalam satu akuarium. Untuk itu, menjaga air akuarium tetap jernih dan parameter tetap stabil bukan hal yang mudah. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Discus, Ikan Hias Cantik dari Lembah Sungai Amazon


Sabtu, 28 Desember 2024

Latber Gema Desember Cup Nganjuk Ramaikan Hobi Perkutut Lokal Alam Irama, Sangkuriang dan Sumil Juara



Komunitas penghobi perkutut lokal irama Nganjuk kembali menggelar kegiatan Latihan Bersama (Latber) bertema Gema Desember Cup pada Minggu, 22 Desember 2024. Kegiatan ini menempati Lapangan Pengda P3SI Nganjuk, Ds. Sombron Kec. Lohceret – Nganjuk. Gelaran lomba ini membuka dua kelas yakni Perkutut Lokal Asli Irama dan Perkutut Crosing/Warna.

“Hari ini kami kembali menggelar Latber Perkutut Lokal Irama untuk terus menyemarakkan hobi di Nganjuk,” terang Didik Sugeng Ariyadi selaku Ketua Pelaksana. Seperti gelaran yang diprakarsai Didik sebelum-sebelumnya di Gema Desember Cup juga lebih mengutamakan kualitas anggungan burung perkutut lokal yang diikutkan berkompetisi.

Jadi tidak dihitung seberapa gacor atau sering burung perkutut ini manggung atau berbunyi dalam waktu yang sudah ditentukan. Menurut keterangan Didik, lomba seperti ini sebenarnya sudah puluhan tahun yang lalu dipratekkan sebelum akhirnya muncul perkutut bangkok, yang kemudian menggeser selera anggungan perkutut para kung mania di negeri ini.

Mendung tebal sempat jadi kekhawatiran para peserta

Tidak banyak yang paham akan pakem lomba perkutut lokal asli berirama ini. Pada dasarnya penilaiannya masih sama dengan gelaran lomba perkutut yang ada. Hanya saja irama perkutut lokal ini memang berbeda dengan perkutut bangkok, sedikit lebih cepat. Dengan semakin berkembangnya penggemar dan kegiatan lomba perkutut lokal, selama ini yang lebih banyak menerapkan pakem gacoran, dinilai sudah kurang memadai lagi.

Sejumlah kalangan merasa perlu mengembalikan pada pakem yang mencari “suara merdu” pada perkutut lokal. Hal ini, sesuai dengan kegiatan lomba dengan mengedepankan “seni” suara burung. Seni itu lebih dari hanya sekadar bunyi saja, lebih dari sekadar rajin atau gacor dalam memperdengarkan anggungannya. Tetapi juga harus terdengar indah, merdu, dan nglaras.

Panitia juga menyediakan doorprize menarik untuk peserta yang beruntung mendapatkannya

Lebih lanjut disampaikan bahwa dengan acara ini diharapkan kung mania yang ada di Nganjuk dan di sekitarnya, masih memiliki semangat untuk tetap menekuni hobi perkutut lokal irama. Karena sebenarnya memelihara burung perkutut ini telah menjadi bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Jawa.

Disampaikan juga bahwa dengan kegiatan ini bisa memastikan bahwa hobi perkutut lokal irama di Nganjuk masih tetap eksis. “Kegiatan yang kami laksanakan hari ini adalah untuk memastikan bahwa hobi perkutut lokal irama masih tetap eksis dan kami akan tetap berusaha mengadakan kegiatan serupa kedepannya,” sambung Didik.

“Sudah beberapa minggu kita edarkan pengumuman lomba ini. Kita juga coba kasih tambahan kelas crossing/warna ternyata juga dapat respon dari pemain kelas warna namun hanya beberapa burung saja,” ujar Didik. “Ya namanya juga uji coba, tetapi kita wadahi biar hobi ini semakin ramai.”

Gelaran ini memunculkan peminat baru pada lomba burung perkutut lokal asli irama yang datang dari luar kota. Seperti Tuban, Jatiroto, Ponorogo, Kediri, dan Mojokerto. Selain itu hadir juga peserta dari Warujayeng khususnya Nganjuk sendiri sehingga menambah semarak acara perkutut lokal asli alam irama.

Sangkuriang persembahkan juara kepada Nuy Ponorogo

Latber Gema Desember ini sendiri sempat terancam batal diselenggarakan karena kondisi cuaca yang cepat sekali berubah, dari tadinya cerah bisa menjadi hujan lebat. Beberapa peserta dari luar Nganjuk sempat khawatir bahwa kegiatan ini akan dibatalkan karena cuaca yang tidak mendukung.

Kenyataan tersebut sempat membuat bingung mereka, apakan tetap berangkat atau membatalkan niat menuju lokasi. Para kung mania ada yang menunggu kabar dari rekannya sesama peserta dengan tujuan untuk memastikan kelanjutan kegiatan Gema Desember Cup tersebut.

Faiz dari Tuban rebut juara kedua lewat prestasi Kencono di kelas perkutut lokal asli

Namun panitia membesarkan hati mereka dengan memastikan bahwa gelaran akan terus dilanjutkan. Mendung tebal masih tetap bertahan hingga menjelang pelaksanaan latber. “Padahal sehari sebelumnya pada hari Sabtu cuaca di sekitar lokasi lomba begitu cerahnya,” jelas Didik.

“Bahkan pada siang harinya langit begitu jernih tanpa di selimuti mendung. Sehingga kita meyakinkan para peserta dari luar daerah, jika acara berjalan sesuai jadwal sekaligus berharap pada hari Minggu akan lebih cerah lagi. Tetapi ternyata pada hari Minggu mendung tebal mewarnai pagi. Gerimis kecil juga sempat turun.” kata Didik.

Karena kekuatiran tersebut, pihak panitia meminta para peserta datang lebih pagi, agar tidak keburu datang hujan. Tepat jam 08.00 acara penjurian dinyatakan mulai. Cuaca mendung masih bertahan sampai akhirnya sinar matahari pun muncul menerangi lokasi kegiatan.

“Babak pertama yang sempat dikuatirkan akan segera turun hujan kita mulai lebih awal. Syukurlah, pas babak ke-2 sinar matahari muncul dan pancarannya terasa begitu panasnya,” tambah Didik. “Alhamdulillah, acara yang kami gelar hari ini bisa berjalan sampai tuntas meski kami sempat khawatir dengan turunnya hujan,” kata Didik lagi.

Para juara menyempatkan foto bersama

Para kung mania pun bernafas lega dan menikmati kinerja gacoannya masing-masing di atas tiang kerekan. Untuk itulah panitia mengucapkna banyak terima kasih atas dukungan, kehadiran dan kerjasama yang diberikan seluruh peserta dan pihak-pihak terkait. Permintaan ma’af juga disampaikan jika selama acara, ada hal-hal yang kurang berkenan.

Pelaksanaan acara pun berjalan sukses dan lancar. Empat babak penjurian berjalan sesuai harapan. Sampai akhirnya penentuan posisi kejuaraan diumumkan. Untuk kelas Lokal Alam Asli, podium pertama berhasil menjadi milik Sangkuriang, amunisi Nuy Ponorogo yang sebelumnya dikenal sebagai kwok mania, yang dikerek pada nomor 18.




Di urutan dua ada Kencono di tiang nomor 10 milik Faiz Tuban dan posisi ketiga direbut Dimas di tiang 15 orbitan Pery Mojokerto. Untuk kelas Crossing/Warna juara 1 diraih Sumil dengan warna silver milik Toha/Pandu Mojokerto. Juara 2 milik Pahing debutan Mbah No Kediri. Sedang urutan ke-3 warna burung cemani/hitam tidak asing lagi nama burung Ontosena milik Nuy Ponorogo.

“Alhamdulillah hari ini ada beberapa peserta pendatang baru. Jumlahnya memang belum banyak, mudah-mudahan akan terus bertambah dan semakin membuat hobi perkutut di Nganjuk dan sekitarnya semakin semarak,” harap Didik di akhir acara. (Ramlee/DD)


Jumat, 27 Desember 2024

Garangan, Mamalia Karnivora Pemburu yang Cerdik



Garangan merupakan kelompok hewan yang berada dalam famili Herpestidae. Keluarga ini terdiri atas 33 spesies mamalia karnivor kecil dari selatan Eurasia dan tanah besar Afrika. Dalam bahasa Inggris, satwa ini disebut dengan mongoose. Bertubuh panjang dan berwarna cokelat menyerupai musang, hewan satu ini kerap terlihat di antara semak-semak.

Keluarga hewan ini memiliki ciri umum berupa bulu berwarna abu-abu dan coklat, hidung runcing, kaki pendek, telinga kecil, dan ekor yang panjang. Luasnya peta persebaran garangan membuat garangan mendiami habitat yang beragam pula. Mulai dari padang pasir di Mesir, hutan tropis di Madagaskar dan Asia, hingga daerah dekat perairan.

Alhasil, jumlah spesies yang masuk ke dalam famili ini juga cukup banyak, yaitu sekitar 30 spesies yang berbeda. Uniknya, saking beragamnya jenis dari garangan membuat gaya hidup garangan juga memiliki perbedaan. Garangan merupakan karnivor yang ahli beradaptasi.

Garangan sedang menantang seekor ular kobra besar

Ada jenis garangan yang memilih tinggal di antara pepohonan dan ada pula yang hidup secara semi akuatik. Ukuran keluarga ini pun cenderung bervariasi. Terbesar adalah garangan Mesir yang mampu mencapai panjang 60 cm dan ada garangan kerdil yang hanya tumbuh sekitar 18 cm saja.

Baca juga : Ferret, Predator Kuat Mirip Musang yang Penampilannya Lucu

Garangan ekor putih atau disebut juga White-tailed mongoose berasal Afrika jadi spesies garangan terbesar dengan bobot sekitar 4 kilogram. Sementara itu, garangan kecil Dwarf mongoose jadi spesies terkecil dengan berat maksimal tidak sampai setengah kilogram.

Induk garangan bersama anaknya

Pada dasarnya garangan merupakan hewan karnivora yang makanan utamanya adalah hewan pengerat, burung, reptil, serangga, hingga kodok, atau hewan apa saja yang berukuran kecil yang ditemuinya. Garangan termasuk hewan yang oportunistis dan cerdik dalam mencari makanannya.

Beberapa jenis garangan juga menyukai buah-buahan maupun telur burung. Ketika berburu, garangan sangat mengandalkan kekuatan gigitan dan kelincahan tubuhnya untuk mengejar mangsanya. Pada beberapa kesempatan terlihat kalau garangan juga sangat cerdik untuk memperoleh makanan.

Banded Mongoose

Misalnya saja ketika satwa ini harus memakan sesuatu yang memiliki cangkang keras. Seperti telur, kepiting, moluska, atau kacang-kacangan, garangan akan memanfaatkan batu dan memukul-mukul cangkang keras tersebut hingga terbuka dan dapat dikonsumsi.

Baca juga : Musang Congkok, Mamalia Dilindungi Asal Sumatera Barat yang Sulit Ditemui Langsung

Beberapa jenis garangan ada yang hidup menyendiri atau berdua saja dengan pasangannya. Sedangkan sebagian lagi hidup dalam kelompok dengan jumlah besar bahkan sampai 50 ekor. Seperti halnya Meerkat, garangan kerdil (Dwarf mangoose), dan Banded mongoose.

Meerkat

Jenis garangan yang berkelompok diketahui punya cara komunikasi yang terbilang kompleks. Misalnya saja jenis meerkat, jenis garangan yang hidup di Afrika ini punya 10 panggilan berbeda untuk berkomunikasi dengan anggota kelompoknya.

Jenis-jenis panggilan ini antara lain adalah bergumam, mengerang, menggonggong, hingga suara seperti meludah. Bagi kelompok garangan ini, jenis-jenis suara tersebut bisa berarti untuk peringatan jika ada bahaya, memanggil kawanan, bercengkerama dengan anggota lain, sinyal untuk berburu, hingga untuk mencari pasangan.

Dwarf Mongoose


Ada beberapa hal yang menarik dari keluarga garangan ini, khususnya pada genus Herpestes, yakni tidak kenal takut dengan ular berbisa seperti cobra. Bahkan, beberapa jenis garangan justru menargetkan ular sebagai makanan sehari-harinya.

Baca juga : Musang Sulawesi, Mamalia Karnivora Pemalu Hidup Nokturnal Soliter di Hutan Sulawesi

Keberanian garangan terhadap ular berbisa tentu bukan tanpa alasan. Garangan memanfaatkan kelincahan dan kekuatan giginya agar dapat menundukkan ular berbisa. Garangan akan mencari celah ketika sang ular lengah ataupun meleset ketika akan mematuknya, lalu kemudian akan menerkam kepala ular hingga mati.

White Tailed Mongoose

Tidak cuma itu, beberapa jenis garangan juga punya kekebalan terhadap kandungan neurotoxic dalam bisa ular. Meski bukan sepenuhnya kebal pada racun, namun sistem saraf pada garangan memiliki mutasi spesial dimana neurotoxic sulit untuk mengikat reseptor asetilkolin nikotinat di tubuhnya sehingga racun itu akan jadi kurang efektif.

Kehadiran garangan di habitat alaminya memang sangat membantu untuk mengontrol populasi hama seperti tikus. Garangan Jawa sempat diperkenalkan ke Hawaii, Fiji, wilayah Karibia, sampai Jepang untuk mengendalikan populasi tikus dan ular.

Marsh mongoose, garangan yang habitatnya di daerah perairan

Sayangnya, garangan Jawa yang dibawa justru malah menghancurkan habitat di kedua tempat tersebut. Menurut laporan, garangan Jawa menghabisi sejumlah hewan endemi, khususnya burung. Akibatnya, garangan Jawa saat ini dilarang untuk dibawa ke beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Selandia Baru.

Meskipun garangan dapat menyebabkan kehancuran spesies lokal di habitat baru, justru di habitat asalnya beberapa jenis garangan sedang terancam keberadaannya. Ini terjadi utamanya karena garangan kehilangan habitat alami secara terus-menerus. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Garangan, Karnivora Kecil yang Berani Lawan Ular Kobra


Kamis, 26 Desember 2024

Pacar Air, Tanaman Hias yang Juga Dimanfaatkan sebagai Obat Tradisional



Pacar air (Impatiens balsamina L.) merupakan tanaman herba semi sukulen. Tanaman hias yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara namun telah diperkenalkan ke Amerika pada abad ke-19. Tanaman ini mempunyai bunga yang berwarna cerah dan menarik menyerupai bunga anggrek kecil. Tidak heran bila banyak orang menyukai tanaman pacar air dan menjadikannya sebagai tanaman hias penyejuk rumah.

Pacar air banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias dan telah menyebar serta tumbuh liar di berbagai wilayah di dunia. Termasuk di Eropa, sebagian Afrika tropis, Asia tropis, Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, serta banyak pulau di Samudra Pasifik. Bahkan di beberapa tempat, pacar air dianggap invasif.

Ini karena tanaman pacar air mampu tumbuh dengan cepat dan mengganggu ekosistem setempat. Negara dan wilayah yang melaporkan tanaman ini sebagai invasif termasuk Filipina, beberapa bagian India, Kosta Rika, Kuba, Puerto Riko, Kepulauan Galapagos, Peru, Polinesia Prancis, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Kepulauan Solomon, dan Tonga.

Tanaman Pacar Air

Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Habitatnya pada daerah tropis dan subtropis namun tidak dapat hidup pada daerah yang kering. Tanaman pacar air tumbuh baik di lingkungan dengan curah hujan sekitar 400-1.000 mm. Suhu yang baik untuk tanaman bunga pacar air adalah sekitar 20 -30 derajat Celcius. Media tanah untuk menanam bunga pacar air tidak terlalu sulit, yang penting cukup unsur hara.

Baca juga : Aster, Bunga dengan Ratusan Spesies yang Mempunyai Beragam Manfaat

Tanaman pacar air mempunyai akar serabut yang menjalar dan menyebar di sekitar tanaman, dengan tujuan untuk menyerap nutrisi dan air dari tanah. Akar ini secara langsung menghubungkan tanaman dengan batangnya. Pacar air dapat hidup tanpa akar, sebab, batangnya dapat menghisap air. Jika akarnya dihilangkan, ia harus disimpan di wadah penuh air.

Pacar Air sering kali ditemukan tumbuh liar bahkan dianggap sebagai gulma

Pacar air merupakan tanaman tahunan berbatang tegak, kuat, dan berdaging, dengan banyak akar serabut di bagian bawah yang sedikit membengkak. Pacar air mampu tumbuh mencapai ketinggian 50-100 cm. Meskipun tanaman ini tergolong tanaman tahunan, batangnya tidak memiliki tekstur kayu (terna) seperti beberapa tanaman lainnya.

Daunnya berwarna hijau muda, memiliki bentuk menyirip panjang dengan panjang berkisar antara 5-12 cm. Daun-daun ini memiliki urat lateral yang berjumlah 5-9 pasang, serta memiliki pinggiran bergerigi dan ujung yang runcing atau lancip. Lebar daunnya berkisar antara 1-3 cm.

Bunga tanaman ini bersifat tunggal, dengan panjang tangkai bunga berkisar antara 1-2 cm. Warna bunga bunga pacar air bervariasi, termasuk putih, merah, merah jambu, dan ungu, bisa memiliki satu atau dua lapis kelopak yang tergantung pada jenisnya. Bunganya tumbuh sendiri-sendiri atau berpasangan di ketiak daun, dengan tangkai yang agak berbulu.

Bunga ini memiliki sepal (bagian seperti daun kecil) di sisi samping dan bawah, serta taji (bagian yang memanjang seperti duri) yang melengkung. Buah bunga pacar air awalnya berwarna hijau dan berubah menjadi kuning saat sudah matang. Bentuk buahnya menyerupai kapsul bulat lonjong dengan ujung yang runcing atau lancip. Buahnya terdiri dari bakal buah menumpang dengan 4 sampai 5 ruang.

Pacar Air mempunyai bunga berwarna-warni

Dalam satu ruang tersebut terdapat dua atau lebih biji berwarna hitam dan berbentuk bulat dengan ukuran kurang dari 1 mm. Tanaman pacar air menyebarkan dirinya melalui biji. Bijinya terletak di dalam buah kapsul yang mudah pecah secara eksplosif ketika sudah matang.

Baca juga : Kastuba, Tanaman Hias Berdaun Merah Kaya Nutrisi untuk Pengobatan Herbal

Biji dalam kapsul ini akan terlontar keluar dengan kecepatan hingga 4 meter per detik. Setelah itu, biji akan terbawa lebih jauh oleh angin dan air, atau bahkan tersebar sebagai “kontaminan” di tanah lapisan atas, ikut terbawa saat tanahnya berpindah tempat.

Buah Pacar Air mempunyai beberapa butir biji di dalamnya

Tanaman ini sangat disukai lebah dan serangga lain yang membantu penyerbukannya. Pacar air tidak dapat hidup di lingkungan yang kering. Cara mengembangbiakkan tumbuhan ini adalah dengan menyebar biji benihnya atau dengan cara meletupkan buahnya.

Selain dijadikan tanaman hias, pacar air juga telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional. Berbagai bagian tanaman ini, mulai dari daun, bunga, hingga biji, memiliki khasiat yang bagus buat kesehatan Bunda secara keseluruhan.

Mengutip National Library of Medicine (NIH), tanaman pacar air sering diresepkan sebagai obat-obatan tradisional di negara-negara Asia. Khususnya sebagai obat tradisional untuk pengobatan rematik, nyeri umum, patah tulang, radang kuku, penyakit kudis, bisul, disentri, memar, hingga penyakit kaki.

Biji pacar air rasanya pahit, pedas, sifatnya hangat, sedikit toksik. Biji berkhasiat untuk mengatasi terlambat haid, kesulitan melahirkan, rasa tersumbat di tenggorokan, bengkak akibat terbentur (memar), tumor perut, dan kanker saluran cerna bagian atas.

Budidaya tanaman Pacar Air

Bunganya digunakan untuk mengatasi terlambat haid, dan bengkak akibat terpukul (hematoma). Daunnya digunakan untuk mengatasi keputihan (leukorea), dan nyeri haid. Sedangkan akarnya digunakan untuk mengatasi rematik, leher kaku, sakit pinggang, terlambat haid, serta tertusuk tulang dan benda asing di kerongkongan.

Baca juga :  Krokot, Tanaman Gulma Tinggi Nutrisi dengan Segudang Manfaat

Selain itu, air rebusan daun bisa digunakan untuk mencuci luka dan merangsang pertumbuhan rambut. Khasiat obat tanaman pacar air didukung oleh kandungan kimia di dalamnya. Beberapa senyawa aktif yang ditemukan dalam pacar air.

Bunga Pacar Air mempunyai banyak kegunaan diantaranya untuk pengobatan tradisional

Seperti Saponin, senyawa ini memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat membantu meredakan peradangan dan nyeri. Flavonoid, merupakan antioksidan kuat yang dapat melindungi sel dari kerusakan akibat radikal bebas. Dan Tanin, senyawa yang memiliki sifat astringen, dapat membantu mengobati luka dan diare.

Berdasarkan penelitian, tanaman pacar air mampu menyerap logam berat merkuri dari lahan TPS. Kandungan merkuri mengalami penurunan setelah dilakukan penanaman pacar air. Dilansir Environmental Advances, pacar air juga diketahui mampu membersihkan tanah yang tercemar oli pelumas bekas (ULO) melalui proses fitoremediasi. Tanaman ini mampu menguraikan ULO dengan bantuan mikroba di akar mereka melalui proses rizodegradasi (penguraian zat oleh mikroba di sekitar akar). (Ramlee)


Sumber : remen.id

Pacar Air, Bukan Sekedar Tanaman Hias tapi Bisa Jadi Obat Tradisional untuk Sembuhkan Beragam Penyakit


Rabu, 25 Desember 2024

Perkutut, Burung dengan Banyak Keunikan dan Mitos Jadi Klangenan Masyarakat Jawa



Perkutut (Geopelia striata) merupakan salah satu jenis burung yang memiliki makna dan kaya mitos dalam budaya Jawa. Perkutut termasuk burung dari suku Columbidae, dari genus Geopelia. Burung ini merupakan jenis burung pemakan biji-bijian. Sebagai burung yang masuk dalam suku Columbidae, perkutut mempunyai banyak kerabat dekat seperti pergam dan punai yang tersebar luas di seluruh dunia.

Namun khusus jenis perkutut, penyebarannya hanya terbatas dari Semenanjung Malaya sampai Australia. Di Indonesia jenis perkutut cukup banyak. Penghobi membedakan perkutut yang ada sesuai dengan daerah asalnya, misalnya perkutut Sumatera, perkutut Jawa, perkutut Bali, dan perkutut Nusa Tenggara.

Sementara yang ada di Pulau Jawa, masih dibedakan lagi sesuai dengan asal daerah yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil perkutut berkualitas. Misalnya saja perkutut Pajajaran, perkutut Mataram, perkutut Majapahit, perkutut Tuban, dan perkutut Madura.

Sepasang burung perkutut di habitat alaminya

Di Jawa, perkutut banyak dijumpai di daerah bersemak terbuka yang kering atau di pinggiran hutan yang berdekatan dengan pemukiman penduduk. Bahkan, burung perkutut juga sering dijumpai mencari makan di ladang atau persawahan serta di daerah yang dekat dengan kehidupan manusia.

Baca juga : Asal Usul Perkutut Bangkok di Indonesia

Umumnya perkutut hidup dan mencari makan secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Burung-burung ini biasanya makan di atas permukaan tanah. Tidak jarang ditemukan perkutut yang sedang minum secara bersamaan pada sumber air.

Perkutut kerap turun ke tanah untuk mencari makan

Karena tidak mudah terganggu dengan kehadiran manusia dan bisa didekati dalam jarak beberapa meter, perkutut dikenal sebagai burung yang agak jinak. Bila merasa terancam, burung ini akan terbang cepat dan berhenti dalam jarak yang pendek atau bertengger di atas pohon yang tidak jauh dari tempat asalnya.

Di alam bebas perkembang biakan perkutut tidak sebaik di breeding farm. Di alam bebas perkutut hanya bertelur dua sampai tiga kali setahun yang terjadi pada bulan Januari-September. Musim berbiak ditandai dengan pembuatan sarang oleh sepasang perkutut yang sedang berahi.

Bentuk sarangnya agak datar dan tipis. Bagian bawah sarang dibuat dari kumpulan ranting yang agak kasar, sedangkan bagian atasnya dilapisi daun rerumputan kering atau serabut yang lebih halus. sarang umumnya diletakkan pada pohon atau semak yang tidak terlalu tinggi dari permukaan tanah.

Beberapa hari setelah sarang jadi, perkutut betina akan bertelur sebanyak dua butir. Telur ini berwarna putih dengan bentuk oval. Ukuran telur kurang lebih 22 X 17mm. Telur akan dierami secara bergantian oleh kedua induk selama kurang lebih dua minggu, setelah itu telur menetas.

Perkutut hidup tidak jauh dari sumber air

Anak perkutut yang baru menetas tampak berwarna merah, tidak mempunyai bulu, dan matanya masih tertutup. Pada saat seperti ini anakan masih memerlukan kehangatan dari tubuh induknya. Oleh karena itu, induk akan mengeraminya sampai tumbuhnya bulu (sekitar umur dua minggu).

Baca juga : Cara Memprediksi Jenis Kelamin pada Burung Perkutut

Anakan perkutut yang baru menetas oleh induknya diberi makan berupa susu yang dihasilkan oleh tembolok induknya. Proses penyusuan ini berjalan sesuai dengan naluri alamiah burung. Anak yang belum bisa melihat tersebut menyentuh-nyentuhkan paruhnya ke arah mulut induknya.

Seekor perkutut jantan sedang mencari perhatian betinanya

Setelah mengena, anakan tersebut akan memasukkan kepalanya di tenggorokan induknya. Proses inilah yang dinamakan menyusu. Bersamaan masuknya kepala si anak ke tenggorokan induk, si induk akan memuntahkan isi tembolok yang berupa cairan dan langsung masuk ke mulut si anak. Proses penyusuan ini biasanya berlangsung sampai si anak keluar bulu atau sudah bisa terbang.

Burung perkutut mempunyai beberapa sub lagi yang lebih bervariasi. Adapun sub jenis ini adalah Geopelia striata striata, jenis burung perkutut ini paling banyak dipelihara di Indonesia. Perkutut ini sering disebut perkutut lokal dan perkutut Bangkok yang berasal dari Jawa, Bali, dan Sumatera. Ada juga sebagian kalangan yang menyebutnya Perkutut Hawaii.

Geopelia striata maungeus, jenis burung perkutut ini disebut dengan Perkutut Sumba karena berasal dari Sumba, Sumbawa, dan pulau Timor. Burung ini dikatakan sangat mirip dengan perkutut Jawa. Geopelia striata audacis, jenis burung perkutut ini berasal dari kepulauan Kei dan Tanimbar.

Geopelia striada placida, burung perkutut jenis ini berasal dari Papua dan Australia Utara. Geopelia striata tranquila, jenis burung perkutut ini banyak dijumpai di Australia Tengah. Geopelia striata papua, jenis burung perkutut ini berasal dari Papua (Irian Jaya dan Papua Nugini), dan Geopelia striata clelaudi, jenis burung perkutut ini terdapat di Australia Barat.

Induk perkutut sedang meloloh anak-anaknya

Burung perkutut ini mempunyai beragam keunikan yang tidak dimiliki oleh burung lainnya. Bagi sebagian pemelihara atau penghobi burung perkutut, dengan hanya melihat bentuk tubuhnya, sudah bisa memastikan bagaimana suara yang akan dihasilkan.

Baca juga : Cara Budidaya Burung Derkuku agar Sukses

Jika dibandingkan dengan jenis perkutut Thailand atau disebut dengan perkutut Bangkok, suara perkutut Jawa ini relatif kecil dan tipis. Umumnya, burung perkutut yang di pelihara sebagai klangenan oleh kebanyakan penghobi, biasanya hanya diberi makan berupa biji-bijian saja seperti milet putih, jewawut, milet merah, gabah berukuran kecil dengan sedikit ketan hitam.

Perkutut mempunyai makna dan kaya mitos dalam budaya Jawa

Ada juga penghobi yang memberikan pakan tambahan seperti biji sawi, biji godem, canary seed, dan pakan ekstra untuk kebutuhan mineral berupa tulang sotong. Selain pemberian pakan, untuk menjaga kesehatannya burung perkutut yang dipelihara di sangkar juga memerlukan penjemuran di bawah sinar matahari langsung. Biasannya, para penghobi menjemur perkutut di tiang kerekan dengan ketinggian kurang lebih 7 meter.

Burung perkutut dulunya dikenal sebagai burung peliharaan kalangan bangsawan. Prabu Brawijaya bahkan menjadi salah satu pemelihara burung cantik ini. Konon katanya, ketika pangeran Padjajaran ini sedang diincar dengan niatan buruk dan beliau tidak bisa melarikan diri. Kemudian Prabu Brawijaya menjelma menjadi seekor burung perkutut. Sampai saat ini, kedudukan burung perkutut masih melekat di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya daerah Jawa. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Perkutut, Burung yang memiliki Makna dan Kaya Mitos dalam budaya Jawa


Selasa, 24 Desember 2024

Ayam Pama, Hasil Perkawinan Silang antara Ayam Petarung Pakhoy dan Birma



Ayam Pama merupakan salah satu jenis ayam petarung yang muncul sebagai variasi baru. Di dunia hobi ayam laga, setiap waktunya selalu dijumpai munculnya jenis ayam petarung baru. Ayam pama muncul hasil dari perkawinan silang antara ayam petarung Birma dengan Bangkok. Ayam pama termasuk salah satu jenis ayam petarung yang akhir-akhir ini banyak dicari orang.

Kehadiran ayam pama tidak lepas dari berbagai inovasi dan pengembangan yang dilakukan oleh para peternak ayam laga. Hal ini bertujuan agar pertarungan ayam selalu menarik dengan banyak aksi laga yang seru. Perkembangan jenis ayam petarung seiring berjalannya waktu menunjukan hasil yang lebih baik lagi.

Ayam yang berasal dari Thailand ini termasuk dalam kategori ayam petarung yang kuat dan tangguh. Saat ini ayam pama sering dijumpai dalam arena sabung ayam. Lebih dari 90% populasi ayam petarung ini berasal dari Thailand. Negara ini oleh kalangan pecinta ayam laga memang dikenal sebagai negara yang menghasilkan kualitas ayam petarung terbaik di dunia.

Pertarungan ayam selalu terus berkembang

Ayam pama mempunyai bobot dan ukurannya yang terbilang lebih besar dibanding ayam negeri atau ayam kampung namun lebih kecil dari ayam petarung pada umumnya. Secara umum, ukuran bobot ayam ini adalah 2 sampai 2,6 kg. Berat ini ada pada rentang ayam petarung pada umumnya yang berkisar antara 2 sampai 4 kg.

Baca juga : Ayam Plucker, Idola Baru bagi Penghobi dan Peternak Ayam Laga di Indonesia

Ayam petarung ini memiliki kaki kering bulat dengan warna kuning biru hijau serta hitam atau bisa digambarkan sebagai kaki kering bulat dan corak warna cerah. Warna ayam pama juga cenderung gelap karena bulunya yang lebih gelap dibanding ayam pakhoy.

Ayam Pakhoy

Meski ayam pama memiliki ukuran dan tulangan yang tidak terlalu besar, namun ayam ini memiliki bulu yang lebat dengan warna yang cukup menarik. Ukuran yang tidak terlalu besar inilah yang menjadikan ayam ini sebagai ayam laga yang gesit dan tidak dipukul lawan.

Ayam pama memiliki gaya bertarung yang gesit dengan akurasi serangan yang baik. Bahkan tingkat akurasi memukul kepala lawan mencapai 90 %. Ayam petarung ini memiliki kemampuan untuk menghindari serangan lawan dan keumdian melancarkan serangan balasan.

Dengan gaya bertarung yang gesit, ayam ini menjadikan ayam laga yang sangat unggul dengan karakter gaya pertarungan yang unik. Ayam ini memiliki karakter kuda lari dan menembak kepala lawan tanpa mematuk lawan. Sehingga lawan akan tumbang dengan cepat.

Secara keseluruhan ayam pama mempunyai kelebihan pada pukulannya yang keras, cenderung dalam, dan juga menimbulkan efek sakit kepada lawan-lawannya. Hebatnya, ayam pama sering memukul lawannya di bagian wajah maupun tubuh secara menyilang.

Ayam Birma

Ayam pama terkenal sebagai ayam petarung yang cukup tangguh karena struktur tulang yang dimilikinya bulat dan sangat padat berisi. Tidak mudah menyerah, serta mempunyai kebiasaan pandai mencari kepala lawan dan memukulnya.

Baca juga : Ayam Pakhoy, Ayam Laga Handal Hasil Moderenisasi dari Arena Sabung

Ayam jenis pama juga mempunyai kelebihan dapat mengelabui lawannya dengan berlari memutar untuk mengecoh lawannya. Selain itu ayam ini terkenal sebagai ayam yang tidak mudah dikalahkan. Juga tidak mudah dipukul ayam lain dan pandai menghindar.

Ayam Pama umur 4 bulan

Ayam pama suka mematuk semua bagian tubuh lawannya. Termasuk mematuk bagian punggung lalu mulai memukulnya. Taji pada jenis ayam pama cenderung digunakan secara aktif. Ayam pama juga memiliki ketahanan terhadap pukulan yang baik.

Dibalik keunggulan yang dimilikinya, ada beberapa kekurangan yang dimiliki oleh ayam pama. Yakni kecepatan pukulannya yang kurang bagus oleh karena itu ayam pama sering didahului dipukul oleh lawan. Karakter ayam pama juga kurang agresif atau kurang galak.

Selain itu ayam pama ini cenderung tidak bisa lock atau ngunci lawan. Karena mainnya yang tidak bisa lock lawan inilah yang membuat ayam pama cenderung mudah dikuasai lawannya saat berada di arena laga, tetapi kekurangan ini bisa tertutupi dengan kegesitan yang dimiliki oleh ayam pama.

Ada beberapa jenis ayam pama, yakni ayam pama iq. Ini adalah jenis ayam anti lock karena gaya tarungnya lebih cenderung seperti ayam Birma yang tidak mau di patok serta jika terdesak akan lari seperti ayam sola lari. Pada umumnya, ciri dari ayam pama iq yakni ketika musuh sudah lelah, akan menyerang dengan pukulan yang bertubi-tubi disertai dengan timpukan yang kuat.

Ayam Pama Ori

Ayam Pama Ninja, merupakan sebutan dari king pama. Atau rajanya ayam pama yang berasal dari Thailand yang sudah memiliki gelar yang tinggi sehingga terkenal sampai ke Indonesia. Jenis ayam ayam pama ninja ini hampir sama dengan gaya tarung pama iq dengan pukulan yang bagus dan terarah. Ciri khas dari ayam pama ninja yang mudah diketahui yakni dengan posisi jengger yang berdiri tegap dan ukurannya besar menjulang keatas.

Baca juga :  Ayam Aseel, Ayam Laga Asal India yang Terkenal Kuat dan Ganas

Kemudian ada ayam pama ori, yang merupakan jenis ayam pama dengan ciri memiliki ukuran sedikit kecil dengan bobot 2.5 sampai 3,5 kg dengan kaki hitam atau biru dengan tulangan yang sedang tidak terlalu tebal. Ciri khas ayam pama ori yaitu memiliki bulu yang lebar warnanya cenderung mengkilap, kakinya kecil, bulat dan kering.

Ayam Pama Ninja

Banyak yang sulit membedakan ayam petarung ini dengan pendahulunya yaitu ayam pakhoy. Apalagi jika hanya dilihat dari fisik dan karakteristik secara sekilas. Dengan tubuh yang sama-sama besar, tulangan kuat dan bentuk lain yang identik, membuat ayam pama disamakan dengan ayam pakhoy.

Namun, bisa melihat perbedaan dari kedua jenis ayam ini dari gaya bertarungnya. Biasanya, ayam pama memiliki gaya bertarung dengan cara memukul kepala dan menghindari pukulan. Sementara ayam pakhoy memiliki gaya bertarung dengan mengkombinasi gaya memukul kepala. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Ayam Pama, Ayam Petarung Hasil Persilangan Dua Jenis Ayam Laga


Nuri Kabare, Drakula Asli Tanah Papua yang Bernasib Malang

Nuri Kabare (Psittrichas fulgidus) merupakan spesies burung paruh bengkok (parrot) endemik tanah Papua, karena tidak ditemukan di wilayah l...