Blog Hobi dan Informasi

Minggu, 05 November 2023

Trenggiling, Mamalia Bersisik Pemakan Semut yang Terancam Punah

 



Trenggiling (Manis javanica) merupakan jenis mamalia unik yang berasal dari ordo Pholidota. Mereka dikenal dengan bagian badannya yang keras dan bersisik, serta mampu menggulungkan tubuhnya saat merasa terancam.Di luar Asia dan Afrika, nama hewan yang satu ini mungkin tidak begitu populer. Namun di kedua benua tersebut, trenggiling dianggap sebagai satwa endemik dengan jumlah spesies yang beragam.

Secara garis besar, ada delapan spesies trenggiling yang berhasil diidentifikasi oleh ahli di dunia. Empat di antaranya berasal dari Asia, sedang empat spesies lain berasal dari benua Afrika. Penentuan nama spesies trenggiling sendiri biasanya mangacu pada area persebarannya.

Nama ilmiah mereka juga diambil berdasarkan habitat dan lokasi tempat tinggalnya, seperti Trenggiling Tiongkok (Manis pentadactyla), Trenggiling India (Manis crassicaudata), Trenggiling Filipina (Manis culionensis), Trenggiling Indonesia (Manis javanica), Trenggiling Pohon Perut Hitam (Phataginus tetradactyla), Trenggiling Tanah Raksasa (Smutsia gigantea), Trenggiling Tanah (Smutsia temminckii), dan Trenggiling Pohon Perut Putih (Phataginus tricuspis).

Trenggiling akan menggulung dirinya saat merasa terancam
 

Masing-masing kelompok besar trenggiling ini juga tersebar lagi ke berbagai daerah. Sehingga, pada suatu negara bisa saja menemukan dua sampai tiga spesies trenggiling yang sama. Karenakan jumlah spesiesnya yang cukup banyak, identifikasi terhadap karakteristik (morfologi, habitat, dan makanan) tenggiling tidak bisa dilakukan secara bersamaan (disini hanya akan diulas tentang hewan nocturnal, yakni salah satu yang popular yakni Manis javanica).

Baca juga : Musang Luwak, Mamalia Liar Penghasil Kopi Termahal di Dunia

Trenggiling adalah satwa yang kini terancam punah dan termasuk hewan yang dilindungi. Nama Trenggiling berasal dari bahasa Melayu berarti pengguling atau guling. Trenggiling sunda (manis javanica) atau dikenal dengan trenggiling malaya atau jawa merupakan spesies yang sering ditemukan di kawasan Asia Tenggara.

Kebiasaan trenggiling yang mencari serangga di tanah bisa menggemburkan tanah itu sendiri
 

Trenggiling dikenal dengan bagian badannya yang keras dan bersisik, serta mampu menggulungkan tubuhnya saat merasa terancam. Satwa ini memang mampu menggulung tubuhnya seperti bola merupakan bentuk pertahanan dari Trenggiling. Trenggiling ini memiliki sisik yang berfungsi sebagai senjata jika merasa terganggu, dan mengeluarkan cairan berbau busuk dari kelenjar analnya untuk mengusir sang predator yang mengganggunya.

Biasanya trenggiling, akan segera menggulung tubuhnya saat berada dalam kondisi terancam sebagai pertahanan menghindari ancaman. Disaat terancam, sisik yang dimiliki trenggiling akan digunakan sebagai senjata yang dikibaskan sebagai senjata bila dikibaskan ke arah lawan.

Sebenarnya trenggiling memiliki rambut, namun hanya sedikit. Selebihnya di sepanjang tubuh adalah sisik sampai ke ekor. Karena mempunyai sisik, trenggiling juga sering dikira reptil oleh mereka yang tidak begitu mengenalnya. Trenggiling adalah satu-satunya mamalia yang seluruh tubuhnya ditutup sisik.

Sama seperti hewan lainnya, trenggiling memilih lokasi tempat tinggalnya berdasarkan ketersediaan pangan. Biasanya lokasi-lokasi tersebut dipenuhi oleh koloni semut dan juga serangga. Berdasarkan penelitian di Taman Nasional Gungung Halimun Salak, lokasi kehadiran Manis javanica didasarkan pada ketinggian tempatnya yakni berkisar 895–1.170 mdpl.

Trenggiling sedang mencari serangga di batang pohon
 

Berdasarkan struktur tegakkan hutannya, mereka cenderung memilih hutan sekunder tua sebagai habitat. Lokasi ini banyak ditumbuhi pohon manii, puspa, ki endog, ki jebug, hingga pohon rasamala. Semut dan rayap merupakan santapan utama trenggiling. Hewan ini memiliki lidah yang lengket dan sangat panjang, hal ini membantu saat menyusup dan menangkap semut di sarangnya.

Baca juga : Kelinci, Hewan Berbulu Halus yang Imut dan Lucu

Oleh karena itu kenal sebagai anteater (pemakan semut). Tetapi, semut merah tanah (Myrmicaria sp) merupakan makanan favoritnya. Bahkan, trenggiling juga disebut ‘pemakan semut bersisik’. Jika diukur dari pangkal ke ujung, panjang lidah tenggiling mencapai sepertiga panjang tubuhnya. Diperkirakan, Manis javanica dewasa sanggup menyantap lebih dari 70 juta semut per tahunnya.

Trenggiling muda di dalam lubang persembunyiannya
 

Trenggiling mencari makan menggunakan indra penciumannya, setelah menemukannya trenggiling akan menggali lalu menjulurkan lidahnya yang panjang dengan cepat. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna (2007) menunjukkan bahwa lidah trenggiling mampu mencapai panjang hingga 25 cm.

Semut-semut tersebut tidak akan masuk ke dalam mulut, hidung, atau telinga trenggiling. Sebab, tenggiling memiliki otot khusus yang melindungi organ-organ tubuhnya. Hewan ini tidak menghancurkan makanannya di dalam mulut, hal ini dilakukan sebab trenggiling tidak memiliki gigi.

Namun, makanannya akan tergiling dengan bantuan kerikil yang tertelan di dalam lambung trenggiling. Hal ini menjadi sebab trenggiling mampu melepaskan kotoran yang menempel pada makanannya dengan menjulurkan dan menarik lidahnya secara cepat. Proses penyaringan ini terjadi pada kerongkongan trenggiling.

Trenggiling dewasa mampu mencapai 8-12 kilogram dengan panjang tubuh 79-88 kilogram. Umumnya tubuh trenggiling jantan lebih panjang dibandingkan trenggiling betina. Trenggiling hidup pada habitat dan ekosistem hutan hujan tropis dengan dataran rendah, tersebar di kawasan Asia dan Afrika.

Induk trenggiling dengan bayinya
 

Hewan trenggiling memiliki peranan ekologis sebagai satwa yang suka menggali tanah di hutan untuk mencari semut atau serangga lainnya. Bagi ekosistem alam, keberadaan trenggiling dapat membantu menggemburkan tanah dan melancarkan siklus biogeokimia hutan.

Baca juga : Kukuak Balenggek, Ayam Penyanyi Bersuara Merdu Endemik Sumatera Barat

Dampak trenggiling punah dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu. Sebab, semut dan serangga kayu berperan penting dalam menjaga regenerasi pohon secara tidak langsung menjadi penyedia oksigen bagi manusia. Sedangkan peran trenggiling bagi ekosistem adalah menjaga populasi semut dan serangga di alam. Namun saat ini keberadaannya saat ini berada di ujung tanduk karena berbagai faktor seperti kerusakan alam dan perburuan hingga perdagangan liar.

Sisik trenggiling yang jadi buruan
 

Trenggiling tergolong satwa yang sejak tahun 1931. Keputusan ini dikukuhkan melalui UU No. 5/1990 tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Namun staus itu tidak mampu menjadi pelindung yang kuat, sebab jumlah populasi trenggiling kian sedikit karena maraknya perburuan dan perdagangan ilegal. Saat ini trenggiling sunda tercatat sebagai hewan berstatus kritis (CR) dalam Daftar Merah IUCN sejak 2017.

Pemburu satwa liar mengincar trenggiling untuk diperdagangkan, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Satwa ini diburu untuk diambil daging, kulit hingga sisiknya, lalu diperdagangkan secara luas. Vietnam dan Cina merupakan pangsa pasar terbesar penjualan tenggiling. Daging hewan tersebut diperdagangkan sebagai bahan masakan mewah atau makanan masyarakat warga setempat.

Pengungkapan penyelundupan 360 kg sisik trenggiling kering (25/5/2023) di Banjarmasin tujuan China
 

Dalam industri produk olahan, kulit tenggiling digunakan sebagai bahan pembuat sepatu. Sementara bagian sisiknya, acap kali publik manfaatkan sebagai bahan baku kosmetik, obat, dan aphrodisiac. Dalam berbagai penelitian disebutkan sisik trenggiling mengandung zat aktif Tramadol HCl yang merupakan zat aktif analgesic untuk mengatasi rasa nyeri, dan dipercaya sebagai obat pereda nyeri akut atau kronis dan nyeri pada pasien pasca operasi.

Sisik trenggiling terbuat dari keratin, kandungan yang sama yang menyusun kuku dan rambut pada manusia, atau pada cula badak. Seperti cula badak, sisik trenggiling ini secara ilmiah belum terbukti memiliki khasiat obat yang terbukti. Namun, perdagangan sisik trenggiling banyak terjadi karena tingginya permintaan sebagai bahan baku dalam pengobatan tradisional China.

Hingga saat ini, perburuan trenggiling untuk diambil sisiknya masih marak terjadi, tidak hanya di Asia dan Afrika, tetapi juga di Indonesia. Dikutip dari Guardian, diperkirakan ada 200.000 trenggiling dikonsumsi setiap tahun di Asia, yang mana faktor pendorongnya adalah klaim atas pengobatan China yang diyakini sisik trenggiling berkhasiat untuk kesehatan. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Trenggiling, Mamalia Darat Bersisik yang Kian Terancam Punah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayam Hutan Merah, Nenek Moyang Ayam Peliharaan Ternyata sangat Pemalu

Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) merupakan sejenis burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar 78 cm, dari suku Phasianidae. Suku Phasi...