Blog tentang hobi dan kreasi jadi rejeki

Selasa, 07 November 2023

Carica, Buah Pepaya Khas Wonosobo Pendukung Ekonomi Negeri di Atas Awan




Carica (Carica candamarcensis) atau pepaya gunung atau bisa juga disebut pepaya Dieng, merupakan buah yang masih kerabat pepaya biasa yang banyak ditemui dimana-mana. Namun tidak banyak yang tahu jenis buah carica ini. Buah yang menjadi ikonnya Wonosobo ini memang masih sangat asing di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan buah carica hanya bisa tumbuh di dataran tinggi saja, utamanya di dataran tinggi Dieng.

Dataran Tinggi Dieng kerap dijuluki sebagai Negeri di Atas Awan merupakan salah satu tujuan wisata yang kian populer. Lembah yang berada di ketinggian lebih dari 2.000 meter dpl (dari permukaan laut) itu dikelilingi oleh puncak-puncak bukit. Di lembah sejuk itu terhampar panorama eksotik, candi-candi Hindu dari abad ke-8 Masehi, danau, kawah mati, dan petak-petak ladang kentang dan sayuran, yang seperti tangga mendaki lereng perbukitan.

Di sepanjang bulan Syuro (Muharam), Dieng ramai dengan berbagai acara adat yang dihelat warga setempat. Wisatawan yang datang ke Dieng, menurut catatan Dinas Pariwisata Wonosobo, telah melampaui angka 500 ribu orang per tahun. Sebagian besar wisatawan domestik. Hari-hari besar dan masa libur sekolah adalah puncak keramaian di Kawasan Wisata Dieng.

Dataran Tinggi Dieng, negeri di atas awan


Wilayah dataran Tinggi Dieng sisi Timur masuk ke Kabupaten Wonosobo dan sisi Baratnya termasuk Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Sebagian besar wisatawan masuk melalui Kota Wonobo, 28 km dari Dieng. Di sepanjang itu para pelancong disuguhi panorama dataran tinggi dan jalan yang berkelak-kelok.


Tidak terlalu beda dari dataran tinggi-basah yang lain di Jawa, kecuali pohon-pohon pepaya mini yang warga setempat menyebutnya carica. Pohon pepaya mini dengan tinggi dua-tiga meter itu mudah dijumpai di pekarangan rumah penduduk, di kebun, atau di ladang-ladang di lereng bukit. Sentra produksi carica ada di Kecamatan Kejajar, yang membawahi sebagian Dataran Tinggi Dieng.

Pepaya gunung yang banyak tumbuh di Dieng


Carica menyukai keadaan dataran tinggi basah, dengan ketinggian 1.500–3.000 m di atas permukaan laut. Pohon ini berbuah sepanjang tahun, dan puncaknya pada Maret-April, ketika tanah masih cukup basah oleh hujan, tapi awan-awan tebal sudah mulai menepi. Pada saat itu, puluhan buah carica yang berukuran sekepalan tangan bergerombol berdesakan di batang pohon. Buah yang kuningnya rata siap disantap.

Pepaya dieng itu sendiri merupakan tumbuhan endemik di Pegunungan Andes, yang membentang dari Chili hingga Panama di Daratan Amerika Selatan. Ia sepupu dekat jenis pepaya lainnya (Carica papaya, L) yang juga berasal dari Amerika Latin. Orang Spanyol pun memperkenalkanya ke berbagai penjuru dunia. Pemerintah Kolonial Belanda membawanya ke Indonesia pada abad 19.

Pepaya gunung itu dibawa masuk ke Indonesia pada tahun 1930-an. Orang Belanda memilih Dieng untuk uji cobanya karena tumbuhan yang memiliki sederet nama botani, yakni Carica pubescens, Carica quercifolia, Carica goudotiana, dan Cariaca candamarcensis, hanya bisa tumbuh di suhu udara yang rendah.

Sejumlah daerah pegunungan dicoba untuk menanam carica ini. Namun ternyata pepaya mini ini hanya beradaptasi dengan baik di Dataran Tinggi Dieng, diamana suhu yang ada di Dieng berkisar 15 hingga 20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Carica juga mampu tumbuh di Bedugul Bali. Di Bali pepaya gunung itu disebut Gedang Memedi. Tapi di Bali, tanaman carica kurang dibudidayakan.

Bunga tanaman carica mirip sekali dengan bunga pepaya


Kemungkinan waktu itu orang Belanda ingin membudidayakan carica sebagai bahan farmasi. Getah dan buahnya dipercaya mengandung bahan kimia yang berguna untuk obat dan kosmetik. Namun, sebelum proyek itu berjalan, tentara Jepang keburu menyerbu, dan Belanda pun harus angkat kaki. Maka, pepaya gunung itu tumbuh di Dieng tanpa punya nilai ekonomi.


Carica sering kali dijadikan buah tangan oleh para wisatawan yang berkunjung ke Dieng. Oleh masyarakat setempat buah ini dipercaya merupakan kesukaan para dewa di mana daerah Dieng masih kental dengan adat dan budaya kepercayaan. Bila pergi ke dataran tinggi Dieng, maka akan terlihat banyak sekali pohon carica di pinggir jalan, seolah tumbuh begitu saja tidak terurus karena perawakannya yang kecil, sehingga terlihat seperti tanaman yang tumbuh tidak sehat.

Buah carica ketika matang berwarna kuning


Mulai dari Desa Wadas Putih sampai ke Dieng, berjejer pohon carica yang sengaja ditanam pemiliknya. Pohon carica tidak begitu tinggi hanya sekitar 1-2 meter. Pohon carica tidak berkayu seperti pohon pepaya pada umumnya. Tetapi pohon carica mempunyai cabang lebih banyak.

Carica termasuk pohon yang mudah sekali ditanam dan dipelihara, sehingga para petani di dataran tinggi Dieng sering menanam pohon carica di pematang kebun, bersama-sama dengan tanaman sayur mayur lainya. Bulan Juni – Juli atau menjelang musim kemarau merupakan masa panen buah carica, untuk satu pohon carica mampu menghasilkan sekitar 10-20 Kg buah.

Bunga jantan carica memiliki tangkai yang panjang hingga 15 cm dan bunga betina berukuran lebih besar dengan tangkai yang keras dan pendek. Secara fisik buah ini memang memiliki kemiripan dengan buah pepaya. Beberapa persamaan kedua buah ini terletak pada warnanya yang hijau ketika mentah dan kuning ketika matang juga pohonnya yang memiliki bentuk yang mirip.

Selain itu perbedaan keduanya terletak pada ukuran buah dan pohon carica yang umumnya lebih kecil dari pepaya. Buah carica atau pepaya gunung berbentuk bulat telur dengan ukuran panjang 6-10 cm dan diameter 3-4 cm. Rasa buah carica pun cenderung lebih asam dari pepaya.

Masa panen carica pada bulan Juni – Juli


Buah carica memiliki banyak getah, sehingga perlu berhati-hati ketika memotongnya karena getah carica dapat menyebabkan iritasi kulit bagi yang menyentuhnya. Buah carica memiliki tekstur daging buah yang lebih keras dibanding pepaya. Bila matang berwarna kuning jingga. Bila dibuka baunya harum, didalamnya terdapat biji yang diselimuti sarkotesta berwarna putih dan berair. Bijinya berwarna hitam dengan jumlah yang sangat banyak dan padat.


Buahnya mengandung getah, dan getah ini akan semakin berkurang dengan semakin mendekati kematangan. Getah ini mengandung papain yang bersifat proteolitik, sehingga membutuhkan proses pengolahan khusus untuk dapat dikonsumsi. Tidak jarang para petani yang tidak bisa mengolah pun menjualnya pada produsen olahan carica.

Biji buah carica tampak seperti biji pada markisa


Sementara buah carica yang masih mentah berwarna hijau gelap. Buah carica mengandung getah yang akan berkurang bila mendekati kematangannya. Buah ini biasanya diolah menjadi berbagai jenis makanan di antaranya manisan, dodol, selai, sirup, kripik hingga es krim. Biasanya olahan-olahan tersebut disajikan dan dijual dalam gelas kaca, cup mangkok hingga plastik kemasan makanan ringan, dengan ukuran yang bervariasi.

Carica banyak mengandung enzim papain, yaitu enzim yang berfungsi mempercepat proses pencernaan protein. Enzim papain dalam buah carica mampu mencerna zat sebanyak 35 kali lebih besar dari ukurannya sendiri, itulah kenapa meski kandungan protein dalam buah carica tidak terlalu tinggi (4-6 gr) namun hampir selurunya dapat diserap oleh tubuh dan sangat berpengaruh pada produksi hormon pertumbuhan manusia.

Buah carica yang telah siap diolah jadi panganan khas Dieng


Bahkan hasil penelitian menunjukan kandungan arginin pada buah carica dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Kandungan papain dalam buah carica juga memiliki sifat antiseptik dan membantu mencegah perkembangbiakan bakteri yang merugikan di dalam usus. Membantu menormalkan pH usus sehingga keadaan usus pun menjadi normal.

Kandungan vitamin C dalam buah carica lebih tinggi dari kandungan vitamin C pada jeruk. Carica juga memilik kandungan vitamin A yang lebih tinggi daripada wortel. Selain itu, carica juga kaya dengan vitamin B kompleks dan vitamin E yang tentunya baik untuk kesehatan.

Manisan carica jadi oleh-oleh yang banyak dicari wisatawan yang ke Dieng


Dikarenakan memiliki zat-zat tersebut buah ini pun baik untuk membantu menangkal radikal bebas, mencegah penuaan dini, mendukung kesehatan mata dan kulit. Memperlancar metabolisme tubuh dan pencernaan juga membantu menghambat pertumbuhan sel kanker terutama kanker payudara.

Selain manfaat kesehatan, buah ini jelas menjadi salah satu sumber pemasukan bagi warga daerah Dieng. Maka tidak heran jika berkunjung ke sana, wisatawan dapat dengan mudah menemukan penjual carica di pinggir jalan. Tidak hanya itu, permintaan pun sering kali datang dari negara tetangga.

Bisnis manisan carica di Wonosobo baru tumbuh awal tahun 1980-an. Secara perlahan, manisan itu diiterima oleh pasar lokal dan berkembang hingga sekarang. Saaat ini, tidak ada yang lebih khas dalam khazanah jajanan Wonosobo selain manisan carica gunung yang legit ini. Carica ini tidak hanya manis, dia juga punya cerita sebagai buah eksklusif dari Dieng. (Ramlee)


Sumber : remen.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Latber Malam Road to Margo Trophy, Jaladri dan Maha Raja Raih Bendera Enam Warna, Bimo Juara

Setelah sukses pada penyelenggaraan latber sebelumnya, Latber Road to Margo Trophy kembali digelar pada Sabtu, 14 September 2024 di Gantanga...