Blog Hobi dan Informasi

Sabtu, 29 Juni 2024

Latber Puter Pelung Malam Hari Solo Berseri Tampilkan Kuda Hitam Dan Sang Juara Jadi yang Terbaik



Gelaran Latber Puter Pelung Malam Hari Solo Berseri yang di gelar pada Sabtu, 22 Juni 2024 pekan lalu mendapatkan apresiasi positif dari puter pelung mania Solo Raya. Ini merupakan gelaran pertama PPPPSI Surakarta tahun ini setelah sukses menggelar Liga Solo Raya tahun kemarin.

Lomba yang di kemas oleh Kumar Dalip bersama para pengurus PPPPSI Surakarta, yang dilaksanakan di Gantangan New IKMC Cemani Jl. Batik Keris No.23, Candi, Cemani, Kec. Grogol – Sukoharjo berlangsung lebih tenang, nyaman, dan menarik bahkan lebih santai. Event ini sebenarnya lebih dari tiga bulan yang lalu direncanakan, tetapi baru kemarin terlaksana.

“Sudah lebih dari tiga bulan sebenarnya kita rencanakan, tetapi banyak kendala,” ujar Kumar Dalip. “Ini untuk memenuhi permintaan teman-teman karena di Solo sudah sangat lama tidak ada gelaran lomba, salah satu kendalanya karena banyak pengurus yang sedang sibuk.”

Kumar Dalip (kiri) memimpin breefing juri dan doa bersama
 

“Pelaksanaan Latber Puter Pelung Malam Hari Solo Berseri sendiri nyaris tidak bisa terlaksana sesuai rencana. Ini karena gantangan yang jauh-jauh hari kita siapkan ternyata tidak bisa kita pakai karena di sekitar area ada kegiataan keagamaan. Dan itu pasti akan mengganggu jalannya acara,” jelas Dalip yang juga bertindak sebagai Ketua Panitia.

“Secara dadakan pula kita siapkan gantangan penggantinya. Nantinya kita coba adakan dua tiga kali lagi sebelum kita menggelar event yang lebih besar,” tambah Dalip. “Beberapa pemain dari luar kota, ingin Solo adakan acara lomba besar.”

Piala dan sembako untuk para pemenang
 

Panitia juga sengaja menetapkan waktunya dilaksanakan pada Sabtu malam, “Selama ini gantangan yang ada lebih banyak dipakai oleh kicau mania, jadi kita pilih waktu yang longgar. Nyatanya juga lebih enak lomba pada malam hari.”

“Ini moment yang pas selagi aktifitas kantor sudah tidak ada, waktu luangnya juga cukup panjang. Sambil kita kumpul-kumpul bersama lagi,” ungkap Dalip. “Jadi kita bisa kongko-kongko, santai sambil dengerin suara burung puter pelung yang terdengar syahdu.”

Lomba puter pelung di malam hari berjalan jauh lebih syahdu
 

“Disini kita ingin merangsang pemain-pemain baru bisa hadir, seperti Aries seorang dekoe mania yang begitu bersemangat main puter pelung,” tutur Dalip. “Dan nyatanya kini banyak yang sudah tidak punya burung puter pelung lagi. Nantinya jika ada jadwal kosong, kita siap menggelar kembali lomba di malam hari tentunya dengan persiapan yang lebih baik dan doorprize yang lebih menarik.”

Ajang perdana Pengcab Surakarta ini melombakan kelas Bebas dan kelas Pemula. Kedua kelas telah disiapkan masing-masing 20 gantangan oleh panitia. “Kita adakan satu sesi penilaian. Kelas Bebas dan Pemula naik bareng,” ujar Jatmiko, salah satu panitia.

Yoyok Jepang (kedua dari kanan) dengan serius tapi santai mengamati gacoannya
 

Peraturannya masih tetap sama seperti lomba-lomba puter pelung sebelumnya. Ada 4 babak dengan perbabaknya minimal 25 menit. Dalam suasa hening malam hari tanpa deru kendaraan, suara puter pelung begitu jelas terdengar.

Walau peserta tidak maksimal karena ada beberapa puter pelung mania ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Kebetulan bulan ini dimana-mana ada acara kondangan, yang sebelumnya janji akan hadir terpaksa dibatalkan karena adanya undangan hajatan.

Wagiman dengan atribut batiknya mengamati gacoannya moncer malam itu
 

“Bulan ini memang lagi musim jagongan,” jelas Jatmiko. “Jadi ada beberapa orang yang sore tadi kontak terpaksa tidak bisa hadir karena harus memenuhi undangan kondangan.” Meskipun begitu antusiasme para mania masih cukup membanggakan.

Para peserta yang hadir begitu antusias bercengkerama sambil memantau gacoannya berbunyi. Saling berbagi pengalaman baik merawat burung lomba hingga beternak. Karena acara ini bukan sekedar mencari juara tetapi yang utama adalah latihan dan membangun silaturahmi.

Eko LMS serahkan bender koncer untuk Wagiman berkat penampilan apik Kuda Hitam andalannya
 

Gelaran Latber Puter Pelung Malam Hari Solo Berseri kemarin, tampaknya sukses menjadi ajang unjuk prestasi bagi Kuda Hitam ring GSM 1688 gaco milik Wagiman yang turun di kelas Bebas. Kuda Hitam yang di gantangan pada nomor 17 berhasil menekuk lawan-lawannya secara menyakinkan meski dengan perjuangan yang cukup ekstra gigih.

Jago baru milik Wagiman tersebut diprediksi bakal menjadi ancaman jago-jago papan atas puter pelung. Kuda Hitam yang pertama kali ini dilombakan dan merupakan trah atau keturunan dari sang jawara “Satelit” yang sudah melegenda.

Para jawara di kels Bebas
 

“Masih ada beberapa di kandang umbaran yang kepantau suaranya bagus Mas Jat. Tak indik tak pantau dari sore dan baru kedeteksi saat tengah malam kira-kira jam 2nan langsung tak pisah dan betul terpantau suaranya memang ciamik. Monggo kapan waktunya bisa dipantau di rumah saya,” ajak Wagiman kepada Jatmiko.

Perlawanan yang di lancarkan oleh Bintang Timur bergelang LMS 592 jago debutan Andrie Handoko dari Sidoarjo masih juga belum mampu merubah posisi sang jawara dari singgasananya. Sejatinya Bintang Timur yang ada di gantangan 22 bisa meladeni penampilan Kuda Hitam.

Aries berikan bendera koncer untuk Daud Toni atas prestasi Sang Juara di kelas Pemula
 

Perolehan empat warna pada babak pertama dan lima warna di tiga babak tersisa menyamai perolehan nilai Kuda Hitam namun kalah di suara tengah, sehingga harus puas di tempat kedua. Begitu pula gempuran yang dilakukan oleh Gideon ring LMS 512 andalan Eko LMS di gantangan 20, juga tidak mampu menunjukkan hasil positif dan berhak menempati di tempat ketiga.

Di kelas Pemula, Sang Juara ring SWORD 111 gantangan 34 jagoan baru Daud Toni berhasil menunjukan performanya dengan menduduki posisi juara pertama. Sedangkan Cobra di gantangan 38 dengan ring GSM 1678 yang jadi andalan Hafid Toretto sukses mrenembus posisi juara kedua. Di susul oleh Baginda debutan anyar Eko LMS ring LMS 262 gantangan 27 di posisi juara ketiga.

Juara kelas Pemula
 

Di akhir lomba Kumar Dalip, mengucapkan terima kasih kepada kwok mania yang telah hadir di ajang Latber Puter Pelung Malam Hari Solo Berseri. “Tak lupa kami juga mohon maaf apabila dipelaksanaan lomba ini masih banyak kekurangan. Sampai berjumpa lagi di even berikutnya, tentunya yang lebih baik dan menarik lagi,” tutup Kumar Dalip. (Ramlee/Jat)

 


 



Jumat, 28 Juni 2024

Burung Bubut, Burung Unik Pemakan Serangga Sekilas Mirip Burung Gagak yang Semakin Langka



Burung bubut (Centropus sp.) merupakan salah satu burung endemik asli Indonesia yang dikenal dengan ciri fisik dan kicauannya yang unik. Di sebagian daerah seperti Sumatera Barat, kicauan burung bubut seringkali dijadikan sebagai penanda akan datangnya hujan. Entah benar entah tidak, tetapi terkadang kearifan lokal itu kerab dijadikan pertanda bagi petani tradisional di zaman dulu.

Burung bubut yang biasa disebut juga dengan coucals tersebut dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan sampai Pulau Papua. Jika dilihat sekilas dari bentuknya, hewan bertubuh garang dan bermata tajam ini sekilas mirip burung gagak.

Meski begitu, nyatanya kedua fauna tersebut justru datang dari keluarga yang berbeda. Burung bubut termasuk dalam kategori burung predator. Burung ini memiliki tubuh yang besar dan ramping, dengan panjang sekitar 30 – 75 cm.

Induk burung bubut sedang menyuapi anak-anaknya
 

Burung bubut memiliki kaki panjang dan paruh yang kuat. Selain itu, karena jenis spesies ini cukup beragam, warna bulunya pun cenderung berbeda menyesuaikan dengan habitatnya. Namun, umumnya bulu bubut berwarna hitam cenderung coklat mengkilap dengan corak putih atau hitam.

Baca juga : Burung Beo, Fauna yang Bisa Menirukan Suara yang Didengarnya

Burung bubut mempunyai paruh berwarna hitam legam dengan panjang sekitar 2 cm dengan ekor yang juga berwarna hitam. Walaupun ukuran tubuhnya relatif besar dan keberadaannya cukup umum di berbagai wilayah di Indonesia, namun cukup sulit untuk menemukannya di habitat asalnya.

Burung Bubut Besar (Centropus sinensis)


Burung bubut mendiami area tepi hutan, semak hutan, hingga kawasan hutan mangrove lebat. Burung ini juga mempunyai kemampuan dalam berkamuflase. Burung bubut suka sekali bersembunyi di balik dedaunan dan semak-semak, sehingga sulit untuk ditemukan keberadaannya.

Di habitat alaminya, burung bubut sering mencari makan di hutan-hutan dan daerah bersemak. Bubut menggunakan paruh yang kuat dan tebal yang dimilikinya untuk menangkap dan memakan serangga, kadal, dan hewan-hewan kecil lainnya.

Terkadang burung bubut juga memangsa anak dari spesies burung lain yang ukurannya lebih kecil. Selain itu, burung bubut juga piawai dalam memangsa hewan-hewan kecil yang kerap bersembunyi di dalam dedaunan atau lubang-lubang di tanah.

Secara umum, tidak banyak perbedaan antara burung bubut jantan dan betina. Ciri fisik keduanya terbilang mirip, meski sang betina biasanya memiliki ukuran tubuh lebih besar. Selain itu, dalam hal inkubasi dan “mendidik anak” peran pejantan justru lebih dominan dibandingkan sang betina. Hal ini tentu berbeda dengan berbagai spesies burung lainnya.

Burung Bubut Alang-alang (Centropus bengalensis)
 

Biasanya, burung bubut berkembang biak setahun sekali dan tergolong sebagai burung monogami. Burung betina akan bertelur sekitar 2-4 butir, dan telur-telur tersebut akan dierami oleh kedua induknya selama sekitar 18-20 hari.

Baca juga : Jagal Papua, Predator Yang Pandai Menirukan Suara Burung Lain

Walaupun mirip gagak, dengan warna tubuh campuran warna hitam dan corak lain pada tubuh coucal sebenarnya cukup indah. Sehingga banyak publik yang tertarik untuk memelihara burung bubut sebagai satwa peliharaan.

Burung Bubut Jawa (Centropus nigrorufus)
 

Namun, harus diakui jika suara burung But-But (bubut dalam dialek Melayu) jauh dari kata merdu. Kicaunya terdengar seperti “but but but but”, dengan nada rendah yang berulang dan tempo semakin cepat. Kicauannya inilah yang menjadi dasar penamaan burung ini.

Burung bubut memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan memangsa serangga dan hewan-hewan kecil ini, burung bubut membantu menjaga populasi hewan-hewan yang dimangsanya agar tidak berlebihan dan mencegah kemungkinan wabah yang dapat merusak ekosistem.

Habitat burung bubut sendiri bermacam-macam, mulai dari hutan, semak belukar, hingga perkebunan. Burung ini aktif biasanya mencari makan di tanah. Diperkirakan terdapat setidaknya 12 jenis burung bubut yang ada di Indonesia dengan status sebagai satwa yang dilindungi.

Dari ke 12 jenis tersebut, beberapa jenis diantaranya merupakan burung bubut paling populer di Indonesia. Seperti Bubut Besar (Centropus sinensis), Bubut Goliath (Centropus goliath), Bubut Alang-Alang (Centropus bengalensis), Bubut Pacar Jambul (Clamator coromandus), Bubut Jawa (Centropus nigrorufus), dan Bubut Sulawesi (Centropus celebensis).

Burung Bubut Pacar Jambul (Clamator coromandus)
 

Beberapa jenis burung bubut, seperti bubut besar dan bubut kelabu, dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan burung bubut juga dapat ditemukan di Pulau Papua.

Baca juga : Burung Hantu, si Burung Malam Predator Alami Tikus yang Menakjubkan

Selain itu, ada pula jenis burung bubut yang memiliki distribusi yang lebih terbatas. Misalnya, bubut Sulawesi yang lebih banyak ditemukan di Pulau Sulawesi. Meski belum kritis, jumlah populasi bubut di habitatnya terus mengalami penurunan.

Burung Bubut Sulawesi (Centropus celebensis)

 Merujuk daftar merah IUCN, dapat diketahui jika status konservasi fauna tersebut kini berada di level rentan. Contohnya seperti bubut Jawa, di tahun 2016 populasi spesies ini diketahui berjumlah 250-10.000 individu. Angka ini terus merosot seiring tingginya alih fungsi lahan yang terjadi di habitat mereka.

Secara hukum, burung bubut termasuk dalam daftar satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. (Ramlee)




Sumber : remen.id

Burung Bubut, Burung Unik yang Kian Langka dan Sulit Dijumpai

Kamis, 27 Juni 2024

Lahung, Durian Langka Khas Dayak Kalimantan



Buah lahung (Durio dulcis), terkadang disebut juga durian lahung, merupakan buah langka dari famili Malvaceae yang berasal dari hutan tropis Indonesia, khususnya Kalimantan. Disebut durian lahung, karena buah ini memiliki bentuk yang menyerupai durian dengan tekstur kulit berduri dan berbau tajam.

Tanaman lahung menghasilkan buah yang berwarna merah kehitama dan bila dilihat sekilas, memiliki bentuk yang sangat mirip dengan sang raja buah, yakni durian. Hanya saja, lahung memiliki kulit buah yang lebih lancip, panjang, dan tajam bila dibandingkan dengan durian.

Biasanya, kulit buah lahung berwarna merah dengan ujung duri berwarna hitam. Namun, ada pula buah lahung yang memiliki kulit berwarna kehijauan. Ketika dibuka, buah lahung pun terlihat sangat mirip dengan durian.

Pohon lahung tumbuh tinggi besar di dalam hutan
 

Buah ini kurang diminati karena isi dagingnya sangat sedikit. Daging buah lahung berwarna kuning tua, tipis, berasa karamel, serta beraroma kuat. Selain dapat dimakan langsung, buah ini juga bisa digunakan sebagai bahan kuliner.

Baca juga : Mangga Kasturi, si Manis Legit Kalimantan Selatan yang Telah Punah di Alam Liar

Meskipun kurang diminati secara ekonomis, buah lahung dianggap sebagai buah unggulan Kalimantan. Buah ini juga dikenal sebagai spesies durian yang paling manis dibanding jenis durian lainnya. Buah endemik Kalimantan ini memiliki warna yang khas dan bau yang menyengat dengan memiliki duri yang tipis sepanjang 15-20 cm.

Buah lahung tumbuh di ranting-ranting yang sangat tinggi
 

Lahung sering tertukar dengan durian merah (Durio graveolens). Keduanya sama-sama memiliki ciri khas merah. Berbeda dengan durian merah, lahung hanya berwarna merah di bagian kulit saja dan warna daging tetap memiliki warna yang sama dengan durian pada umumnya.

Sedangkan durian merah daging buahnya juga berwarna merah. Warna daging buah yang berwarna merah seringkali mengundang burung untuk menyantapnya. Itu sebabnya di Malaysia graveolens kerap disebut durian burung. Orang Dayak Kenyah menyebutnya duriang anggang.

Perbedaan lain terlihat dari bunga. Daunnya juga lebih tebal daripada lahung. Perbedaan keduanya juga terlihat saat buah matang. Buah durian merah terbuka saat masih menempel di cabang. Sementara lahung matang pohon dengan kondisi buah belum terbuka.

Kondisi tempat yang baik untuk lahung tumbuh adalah iklim daerah tropika basah, curah hujan ideal adalah lebih dari 2000 mm pertahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang lebih ideal adalah 20 – 800 m dari permukaan air laut.

Kondisi buah lahung masih belum terbuka meskipun telah matang
 

Bila ditanam di tempat yang lebih tinggi akan terjadi penurunan kualitas. Pohon lahung tumbuh di dalam hutan dan berukuran lebih tinggi dari pohon durian. Tingginya bisa mencapai 40 m, dengan garis tengah yang sangat besar.

Baca juga : Carica, Buah Pepaya Khas Wonosobo Pendukung Ekonomi Negeri di Atas Awan

Daunnya sama dengan durian biasa. Bunga muncul pada dahan yang tua. Kelopak bunga berwarna merah jambu. Buah bulat, berukuran sedang dan berduri panjang serta kulit tebal. Selain itu buah ini juga susah dibuka, sehingga harus dipotong melintang menggunakan parang.

Durian merah
 

Buah eksotis ini memiliki tingkat konsumsi yang masih rendah. Masyarakat Kalimantan menyatakan, buah lahung tidak seekonomis buah durian kebanyakan. Isi buahnya sedikit sekali, lebih banyak kulit dibanding isi buahnya. Meskipun dari segi rasa, daging buah durian ini cukup lezat untuk dimakan.

Selain itu, periode tumbuhnya hingga berproduksi mencapai puluhan tahun, lahung belum banyak dibudidayakan secara komersil. Area pertumbuhan tanaman ini berada pada pedalaman hutan yang sulit dijangkau oleh masyarakat umum.

Terdapat beberapa alasan mengapa buah lahung sulit ditemukan di pasaran. Penampilan buah lahung kurang menarik dan sulit didapat. Daging buahnya juga tergolong tipis dengan nilai jual yang tidak terlalu tinggi. Karena itu buahnya dianggap kurang menguntungkan untuk dijual.

Masyarakat sekitar lebih banyak memanfaatkan pohon lahung yang berukuran sangat besar. Pohon lahung ditebang dan dimanfaatkan kayunya, dan biasanya diolah menjadi papan kayu. Kelangkaan lahung membuatnya tidak banyak dikenal oleh masyarakat.

Buah lahung mempunyai daging yang sedikit
 

Buah lahung memiliki kandungan nilai gizi yang tidak kalah bila dibandingkan dengan jenis buah lainnya. Buah ini memiliki kandungan kadar air (56,1%), protein (3,5%), lemak (2,8%), karbohidrat (36,26%), dan serat (6,6%).

Baca juga : Buah Merah, Tanaman Prasejarah Endemik Tanah Papua yang Menakjubkan

Buah lahung memiliki komposisi asam lemak dan kandungan minyak yang cukup tinggi, sehingga sangat potensial digunakan sebagai sumber pangan. Buah ini juga diklaim memiliki alkaloid harmane. Dalam jumlah tertentu zat ini akan meningkatkan tekanan darah sehingga akan berefek positif untuk penderita tekanan darah rendah.

Sangat sulit menemukan buah lahung di pasaran
 

Bagi masyarakat suku Dayak, air rebusan kulit batang buah lahung dapat menyembuhkan sariawan dan diare, sementara rebusan bunganya dapat menurunkan demam. Sayangnya, menemukan buah lahung cukup sulit. Mungkin masih bisa menemukannya di pasar tradisional tertentu, terutama di Kalimantan. Buah lahung kini terancam punah. (Ramlee)




Sumber : remen.id

Lahung, Durian Eksotis Endemik Kalimantan yang Terancam Punah

Rabu, 26 Juni 2024

Ayam Mutiara, Unggas Cantik dari Afrika yang Dapat Terbang Tinggi



Ayam mutiara (Numididae) merupakan jenis unggas yang berasal dari Afrika. Ayam mutiara atau bisa juga disebut guinea fowl termasuk dalam keluarga phasianidea serta kerabat dekat burung kuau. Saat ini unggas cantik ini telah dipelihara di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Satwa ini terkenal dengan warna bulu, leher, kepala, dan suaranya yang unik.

Ayam mutiara sudah dikenal sejak abad ke-5 SM atau zaman Yunani Kuno. Ayam ini diambil oleh Bangsa Romawi dari Afrika, dan kemudian dijinakkan. Kemudian mulai dikenalkan di Eropa sekitar tahun 1400-an dan masuk ke Amerika melalui kapal pemukim dan kapal budak.

Ayam mutiara memiliki habitat asli di Afrika terutama di selatan Sahara. Ayam mutiara telah diperkenalkan secara luas sebagai satwa peliharaan. Perkembangbiakan jenis ayam ini yang melonjak menjadikan jenis ayam ini semakin populer, baik sebagai ayam hias maupun ayam konsumsi yang menghasilkan daging dan telur.

Ayam mutiara biasa hidup berkelompok
 

Berbeda dengan ayam lokal, ayam mutiara memiliki karakteristik yang sangat cantik. Ciri khas mereka adalah memiliki warna bulu abu-abu kegelapan dengan bintik putih. Bintik putih inilah yang terlihat seperti Mutiara, seperti namanya.

Baca juga :  Ayam Hutan, Ayam Liar yang Hidup di Hutan Leluhur Ayam Kampung Masa Kini

Seperti unggas kebanyakan, ayam mutiara memiliki kepala yang tidak berbulu, namun dengan sayap dan ekor yang lebih pendek dan bulat. Bangsa ayam adalah unggas yang tidak bisa terbang tinggi dan biasanya hanya bertengger di tempat rendah.

Ayam mutiara biasa bertengger di ranting-ranting pohon untuk beristirahat


Sedangkan, berdasarkan klasifikasi ilmiah, ayam mutiara tergolong kelas aves atau burung, jadi ayam mutiara juga dapat terbang tinggi meskipun tidak jauh. Namun faktanya ayam ini lebih banyak menghabiskan waktunya di tanah daripada terbang.

Di alam liar, ayam mutiara akan terbang menuju ranting pohon di malam hari untuk berlindung. Habitat asli ayam mutiara adalah padang rumput luas yang dipenuhi semak atau perdu dan dikelilingi beberapa pepohonan seperti geografi dataran Afrika.

Umumnya, ayam mutiara hidup bergerombol di semak-semak dan sabana. Ayam mutiara merupakan makhluk sosial yang hidup dalam kelompok besar yang disebut kawanan. Kawanan ayam mutiara dapat berisi hingga 100 ekor.

Ciri khas ayam mutiara yaitu mempunyai bulu abu-abu tua kehitaman dengan bintik-bintik putih menyeluruh mirip mutiara, itulah mengapa ayam ini disebut ayam mutiara. Leher dan kepalanya tidak berbulu dan berwarna biru atau merah.

Ayam mutiara bersama anak-anaknya yang baru saja menetas


Kakinya ayam mutiara panjang dan kuat, berwarna abu-abu atau hitam. Matanya besar dan berwarna coke. Ayam mutiara ini mempunyai panjang 40 – 70 cm dengan berat 700 gram – 1,5 kilogram. Wajah ayam mutiara sangat unik, karena memiliki tanduk ujung di bagian atas kepala. Hidung dan pialnya juga sangat berbeda dengan ayam lainnya.

Baca juga :  Ayam Brahma, Ayam Berbadan Bongsor dan Berbulu Lebat Nan Eksotis dari India

Ayam mutiara jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan ketiga hal di atas. Pada ayam mutiara jantan tanduk ujung bagian atas terlihat tegak, berisi, tumpul, serta warna tanduk yang gelap. Bengkakan atas hidung ayam mutiara jantan kelihatan jelas dan pial bawah berwarna merah terang dan lebar.

Ayam mutiara hitam
 

Sedangkan pada ayam mutiara betina tanduk ujung bagian atasnya tidak tegak tetapi agak serong ke belakang, kurang berisi, dan agak tajam. Bengkakan atas hidung ayam mutiara betina tidak terlihat jelas dan pial bawah berwarna merah pudar dan lebih kecil.

Suaranya keras dan khas, seperti suara keledai atau bebek. Sering mengeluarkan suara ketika kawanannya berada dalam situasi bahaya. Salah satu kekurangan dari ayam ini adalah sifatnya yang mudah ketakutan dan bersuara lumayan keras.

Apabila ayam ini didekati oleh orang tidak dikenal, maka ayam mutiara akan berkokok dengan lantang. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan ayam mutiara ini harus ekstra hati-hati agar nantinya unggas ini tidak stres.

Ayam mutiara mulai birahi ketika memasuki usia 7 bulan sampai 8 bulan. Sepasang jantan dan betina dewasa disaat musim kawin akan lebih aktif dan berisik. Ayam mutiara akan sering mengeluarkan suara-suara seperti siulan yang akan membuat area di sekitarnya terasa bising.

 

Ayam mutiara plangkok
 

Disaat masa produksi ayam jenis ini cuma kawin dan bertelur di bulan September – Maret, atau pada saat musim penghujan saja. Tetapi sekali bertelur ayam mutiara bisa sampai 70-75 butir permusimnya. Ayam ini tidak pandai dalam mengerami telurnya.

Baca juga : Ayam Dong Tao, Ras Ayam Langka asal Vietnam Berharga Selangit

Telur ayam mutiara keras dan kasar sehingga ayam mutiara perlu bantuan untuk menetaskan telurnya. Baik bantuan berupa penggunaan mesin tetas atau dierami oleh indukan ayam kampung. Di habitatnya ayam mutiara mengeramkan telurnya dengan cara menutupinya dengan menggunakan ranting-ranting pohon dan dedaunan.

Ayam mutiara silver
 

Sehingga, dengan sendirinya telur akan tetap hangat dan kemudian bisa menetas. Pengeraman telur ayam mutiara sekitar 28 hari. Jenis makanannya berupa biji-bijian, buah-buahan, dan sayur-sayuran serta serangga kecil. Usia hidup ayam mutiara relatif panjang antara 10 – 15 tahun.

Meski termasuk ayam hias yang memiliki pesona cantik, ternyata ayam mutiara termasuk satwa yang tidak mudah dijinakkan. Ini karena ayam ini sudah terbiasa hidup di alam liar di habitat alaminya. Ayam mutiara ada beberapa jenis yang dikategorikan berdasarkan dengan warnanya. Yakni ayam mutiara hitam, plangkok, silver, dan putih. (Ramlee)




Sumber : remen.id

Ayam Mutiara, Unggas Berbulu Cantik dari Benua Afrika

Selasa, 25 Juni 2024

Bromelia, si Nanas Hias dengan Keragaman Bentuk dan Warna Daun yang Eksotis



Bromelia merupakan tanaman hias dari keluarga Bromeliaceae yang berasal dari Argentina dan Brazil. Daun yang beraneka warna dengan corak daun yang mempesona membuat tanaman ini disukai para pencinta tanaman hias.

Tanaman bromelia termasuk tumbuhan perintis yang sudah ada di awal sejarah kehidupan manusia. Fosil tanaman bromelia ditemukan di Kosta Rika, Amerika Tengah. Fosil tertua, Ceratophyllum bromeliodes, diperkirakan berumur kurang lebih 66 juta tahun Sebelum Masehi.

Beberapa bromelia memunculkan bunga dengan bentuk yang atraktif dan cantik. Kebanyakan bromelia tumbuh dengan susunan daun yang melingkar dan rapat berimpitan, dan biasanya tanpa batang. Salah satu spesiesnya, Ananas comusus, dikenal sebagai tanaman penghasil buah nanas.

Bromelia merupakan tanaman epifit
 

Tidak hanya berpotensi sebagai tanaman penghasil buah, 10 genus dari sekitar 56 keluarga Bromeliaceae memiliki potensi sebagai tanaman hias karena keindahan warna dan corak daunnya. Tanaman bromelia terdiri atas sekitar 3.000 spesies dan ratusan hingga ribuan hibrida. Tercatat hanya satu yang habitatnya di Afrika, yaitu Pitcairnia feliciana.

Baca juga : Suplir, si Cantik Klasik yang Menyejukkan Mata

Ukuran tanaman bromelia sangat bervariasi, dari yang sangat kecil, yaitu Tillandsia, hingga yang paling besar, yaitu Puya raimondii yang tingginya dapat mencapai 10 meter. Di alam bebas, bromelia tumbuh pada lingkungan yang variatif, kebanyakan tumbuh pada pepohonan sebagai tanaman epifit. Ada juga yang tumbuh di tanah dan bebatuan.

Bromelia raksasa, Puya raimondii
 

Bromelia dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Bromelioideae, Pitcairnioideae, dan Tillandsioideae. Dari ketiga sub-keluarga tersebut terdapat 57 genus. Namun, dari sekian genus tersebut yang paling umum dipelihara adalah Tillandsia, Vriesea, Aechmea, Guzmania, Neoregelia, Cryptanthus, dan Billbergia.

Bromelia termasuk tanaman hias yang minim perawatan dan bisa tumbuh di berbagai kondisi. Di luar negeri, tanaman bromelia memiliki julukan The Lazy Plant karena tanpa perawatan tanaman ini tetap bisa tumbuh baik.

Bromelia yang hanya ada di Afrika, Pitcairnia feliciana


Sebagian besar penyuka tanaman hias menganggap bromelia sebagai tanaman kering karena mampu tumbuh di daerah kering. Meski demikian, ada juga tanaman bromelia yang habitatnya di daerah tropis lembap, terutama yang daunnya tipis.

Tanaman bromelia juga bisa hidup di tanah dan ada juga yang hidup menumpang di batang tanaman lain atau benda-benda apa saja (Epifit). Bromelia yang hidupnya menumpang biasanya menempel pada tanaman lain atau benda di dekatnya tanpa mengambil makanan dari benda atau tanaman yang ditempelinya.

Bromelia Tillandsia fasciculata
 

Tanaman bromelia menyukai tempat lembap dengan sirkulasi udara baik. Idealnya, kelembapan yang dibutuhkan bromelia sekitar 60 persen dengan suhu antara 15-30 derajat Celsius. Keistimewaan bromelia terletak pada pola daunnya yang unik.

Baca juga : Kaktus Mini, Tanaman Hias Unik Cocok untuk Menambah Estetika Ruangan

Daun-daun bromelia berbentuk seperti pedang dengan warna hijau yang menawan. Daun-daun ini membentuk roset pada batang tanaman yang pendek. Setiap bromelia memiliki setidaknya 40 helai daun, yang ujungnya melengkung.

Bromelia Vriesea
 

Apa yang membuat bromelia semakin menarik adalah variasi dalam ciri-ciri daunnya. Beberapa spesies memiliki daun bergerigi, sementara yang lain memiliki daun yang halus tanpa gerigi. Daun-daunnya juga memiliki pola garis-garis hitam kecokelatan yang menawan.

Namun, daya tarik sejati bromelia terletak pada bentuknya yang unik dan warna bunga yang mencolok. Bunga-bunga bromelia bisa mekar dan bertahan hingga 1-3 bulan, memberikan sentuhan keindahan yang tahan lama.

Bromelia Aechmea fasciata
 

Selain itu, bromelia dapat ditanam sendiri dalam pot atau dapat dikelompokkan menjadi koloni yang memukau. Biasanya, tanaman ini dibiakkan melalui biji atau anakan. Ini akan memberikan berbagai cara menikmati keindahan alami bromelia dalam pengaturan yang berbeda.

Agar dapat tumbuh dengan baik bromelia membutuhkan media yang tepat. Yakni media yang bersifat porous atau dapat membuang air. Akar Bromelia tidak boleh tergenang air, karena akar akan membusuk yang kemudian menyebabkan kematian pada tanaman.

Bromelia Guzmania
 

Potongan sabut berbentuk kotak, cacahan akar pakis, atau sekam dapat digunakan sebagai media pada pot. Serbuk sabut kelapa sebenarnya dapat dipakai, tetapi harus diupayakan agar jarang ada penyiraman, karena sifat serabut kelapa yang dapat menahan air agar tidak cepat hilang.

Perlu juga diketahui, banyak jenis Bromelia yang bisa ditanam pada batang pakis atau pohon dan diikat dengan tali ijuk. Bila ditanam di hamparan halaman, media tanah bisa digunakan. Namun, perlu diupayakan bahwa lokasi yang digunakan tidak tergenang air.

Bromelia Neoregelia carolinae
 

Beberapa jenis bromelia mempunyai simpanan air, sehingga tidak memerlukan penyiraman rutin. Tanaman dapat bertahan hidup sepanjang simpanan air tidak habis. Jenis seperti Tillandsia usenoides cukup disemprot dengan butiran-butiran air yang halus sehari sekali.

Baca juga : Sukulen, Tanaman Hias Cantik dan Unik yang Mudah Dirawat

Jenis seperti Cryptanthus, Dykia, dan Orthophyllum yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyimpan air, cukup disiram 2-3 hari sekali. Semua jenis bromelia dapat diletakan di tempat yang agak teduh misalnya dibawah paranet 50%, atau terkena sinar matahari pagi.

Bromelia Cryptanthus acaulis
 

Hama yang biasanya menyerang tanaman ini adalah kutu putih, kutu sisik, dan belalang. Kutu putih atau kutu sisik dapat dihilangkan dengan menyeka daun menggunakan kain lembut yang telah dibasahi dengan air dan sedikit detergen.

Daun yang sudah tidak bisa ditolong sebaiknya dipotong. Dalam keadaan terpaksa, gunakan insektisida untuk mengatasinya. Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang bromelia disebabkan oleh cendawan atau bakteri.

Bromelia Billbergia striata
 

Usahakan untuk menggunakan media yang steril untuk menangani bromelia. Bila penyakit sudah menyerang potong daun-daunnya, karena bonggolnya mungkin masih bisa menumbuhkan daun. Untuk mengendalikan cendawan bromelia bisa disemprot dengan larutan dithane. Hal ini perlu dilakukan pada musim hujan. (Ramlee)


Sumber : remen.id


Bromelia, Tanaman Hias Cantik dan Unik yang Minim Perawatan

Senin, 24 Juni 2024

Channa, Ikan Gabus Hias dengan Corak Unik



Saat ini ada banyak sekali jenis ikan yang bisa menjadi alternatif peliharaan di akuarium. Salah satu yang pernah tren saat itu adalah ikan channa atau yang biasa dikenal dengan ikan gabus. Ikan gabus identik hidup di rawa-rawa atau sungai dan sering ditangkap dan diolah menjadi makanan yang kaya akan nutrisi.

Sebenarnya, Channa sendiri merupakan genus ikan predator dari keluarga (family) Channidae. Ada dua genus yang banyak dikenal yakni Parachanna genus dan Channa genus. Parachanna genus tersebar di kawasan Afrika.

Sedangkan Channa genus di kawasan Asia termasuk Asia Selatan, Asia Tenggara, dan di Asia Timur. Channa juga disebut snakehead sebab kepalanya mirip kepala ular. Ada puluhan spesies channa yang tersebar di Asia.

Channa lucius
 

Ikan gabus umumnya dijadikan konsumsi misalnya Channa striata (gabus rawa) dan Channa micropeltes (toman). Di Sumatera Selatan dikenal ikan bujuk (Channa lucius) dan ikan serandang (Channa pleuropthalamus).

Baca juga : Ikan Gabus, Ikan Predator Air Tawar Bernilai Tinggi

Kemudian belakangan, Channa populer sebagai sebutan ikan gabus hias. Jenisnya pun beragam dan masing-masing memiliki keistimewaan terutama pada motif tubuhnya antara lain, Channa marulioides (Emperor Snakehead), Channa barca, Channa stewartii (Assamese snakehead), dan Channa argus.

Channa pleuropthalamus

Harganya pun beragam mulai dari puluhan ribu hingga ada pula yang menyentuh harga jutaan rupiah. Sebelum menghuni akuarium atau jadi koleksi, perlu dikethui bahwa ikan channa memiliki habitat asli di rawa, danau, sawah atau saluran air.

Di alam liar, ikan ini berkembang biak dan tumbuh di area yang tampaknya tidak bisa memberikan kehidupan semisal tempat yang padat vegetasi, agak kotor, atau cekungan air yang nyaris kering. Channa merupakan jenis hewan karnivora yang memangsa ikan-ikan kecil, cacing, dan katak.

Ikan channa atau yang disebut snakehead memiliki berbagai jenis dengan warna dan corak yang berbeda. Kini telah banyak yang memanfaatkan jenis ikan channa atau gabus sebagai hiasan rumah. Salah satu sifat dari ikan channa sebenarnya hampir sama dengan ikan cupang, yaitu akan menyerang ikan lain ketika memasuki wilayahnya.

Jadi seperti halnya ikan cupang atau arwana, penghobi ikan hias menempatkan ikan channa dalam akuarium hanya satu jenis. Ikan channa tidak bisa disatukan dengan jenis ikan lainnya. Bukan soal risiko ‘adu kuat’ sampai salah satu mati, tetapi channa yang berukuran besar bisa memangsa ikan kecil.

Channa marulioides yellow
 

Ikan ini tidak menuntut banyak hal untuk urusan tempat tinggal. Ikan channa bisa menjadi pilihan ikan hias peliharaan karena bisa hidup pada kondisi akuarium biasa, nafsu makan baik, perilaku menarik, dan tidak cenderung makan tumbuhan yang biasa untuk hiasan akuarium.

Baca juga : Toman, Ikan Predator Air Tawar Terbesar Asli Indonesia

Namun perlu diingat, titelnya sebagai ikan predator berarti channa memiliki sisi agresif. Ikan channa terlihat kalem, tetapi bisa secara tiba-tiba menyerang penghuni akuarium lainnya jika ikan ini ditempatkan dengan jenis ikan lainnya. Ikan channa juga terkadang suka melompat ke permukaan sehingga sebaiknya akuarium ditutup rapat dengan kaca.

 

Channa barca


Untuk menyesuaikan dengan habitat asli di alam liar, perlu disediakan semacam sudut untuk bersembunyi misal gua buatan atau tumbuhan. Jangan kaget jika filter akuarium cepat kotor sebab channa kadang bergerak tiba-tiba sehingga akuarium keruh.

Untuk itu perlu digunakan perlengkapan filtrasi yang kuat dan efisien untuk menjaga kebersihan dan kualitas air dalam akuarium. Filtrasi yang baik akan membantu menghilangkan kotoran dan zat-zat berbahaya dari air.

Jenis ikan channa atau gabus sebenarnya termasuk ke dalam kategori ikan yang mudah sekali perawatannya. Namun meskipun begitu, pemiliknya juga harus teratur dan sabar ketika melakukan proses perawatan. Salah satunya hindari ikan menjadi stres. Sampai saat ini kondisi ikan menjadi stress ternyata bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Salah satu faktor yang bisa membuat ikan channa stress adalah lingkungan atau wadah yang digunakan. Ketika ikan channa baru turun sebaiknya hindari memasukkannya ke dalam wadah baru. Tunggu dalam kurun waktu sekitar 15 menit agar ikan channa bisa lebih mudah beradaptasi dengan suhu air sekaligus lingkungan sekitar.

Channa stewartii
 

Wadah yang digunakan sebaiknya lebih besar sekitar dua atau tiga kali dari ukuran ikan channa. Lalu air yang digunakan juga sebaiknya air endapan. Karena ikan channa lebih suka kondisi air yang tenang. Sebaiknya hindari menggunakan pompa air. Tambahan aksesoris pada wadah sebaiknya dalam kadar secukupnya.

Baca juga : Gurami Sabah, Ikan Air Tawar Endemik Kalimantan Bukan Sembarang Gurami

Berikan pakan yang bervariasi dan bergizi untuk ikan gabus hias. Pakan ikan channa atau gabus bisa diberikan hewan hidup seperti jangkrik, cacing maupun ucang. Sedangkan untuk pakan ikan channa yang lebih praktis adalah maggot kering.

Channa argus
 

Mengganti air akuarium tempat ikan channa adalah hal yang wajib dilakukan. Apalagi ketika akuarium tersebut tidak menggunakan pasir malang. Tentunya ada kemungkinan jika air akuarium tersebut memiliki amoniak yang cukup banyak.

Salah satu fungsi dari pasir malang adalah dapat menyerap kotoran ikan. Agar kondisi ikan channa tidak kaget ataupun stress. Sebaiknya hindari menguras habis air dalam akuarium. Sepertiga dari air keseluruhan yang ada di dalam akuarium bisa diganti dengan air baru. (Ramlee)




Sumber : remen.id

Channa, Ikan Predator dengan Tampilan Memukau

Ayam Hutan Merah, Nenek Moyang Ayam Peliharaan Ternyata sangat Pemalu

Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) merupakan sejenis burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar 78 cm, dari suku Phasianidae. Suku Phasi...