Blog Hobi dan Informasi

Senin, 18 Desember 2023

Kucing Batu, Kucing Langka di Pedalaman Hutan Kalimantan



Kucing Batu atau marble cat (Pardofelis marmorata) merupakan salah satu spesies kucing hutan liar yang bertempat tinggal di hutan hujan Indonesia. Memiliki pergerakan yang gesit dan lincah. Termasuk kucing langka yang kehidupannya masih sangat bergantung pada hutan, terutama hutan tropis yang lembab.

Karena merupakan satwa liar maka secara naluriah, kucing ini sangat menghindari konfrontasi dengan manusia. Sehingga banyak peneliti penasaran dan mencari keberadaan kucing batu di habitatnya guna mendapatkan informasi dari spesies ini.

Kucing batu merupakan salah satu anggota famili Felidae. Terdapat tiga subspesies yang dikenal secara umum hingga kini, yaitu Pardofelis marmorata marmorata, Pardofelis marmorata charltoni, dan Pardofelis marmorata longicaudata.

Kucing batu memiliki ukuran mungil hampir sama dengan kerabatnya, kucing rumahan. Panjang tubuhnya hanya berkisar antara 45-62 cm dengan panjang ekor 35-55 cm. Berat kucing ini hanya 2-5 kg saja, terbilang sangat mungil diantara kucing liar lainnya.

Kucing batu merupakan satwa nokturnal yang aktif di malam hari
 

Terdapat pola motif garis kehitaman terdapat di kepala, leher, punggung, serta bercak berukuran besar pada panggul. Pola inilah yang membuat kucing batu sering dibandingkan dengan Macan Dahan (kucing dahan) karena memiliki morfologi yang sama, namun pada Kucing Batu cenderung lebih tersusun menyerupai batu.

Baca juga : Kucing Bakau, Si Perenang Ulung yang Terancam Punah

Kucing batu memiliki bulu berwarna kecoklatan, abu-abu, kuning, dan hitam. Tubuhnya tertutupi rambut yang tebal dan halus dengan corak yang bervariasi. Tubuhnya terlihat berwarna kuning kecokelatan dengan bercak besar yang berwarna pucat di bagian tengahnya dan bergaris hitam.

Seringkali kucing batu juga aktif di siang hari hingga senja
 

Ketika masih kecil, anak kucing batu ini berwarna cokelat belang-belang hingga mereka mendapatkan tanda dewasa di usia empat bulan. Kucing batu memiliki telinga yang pendek dan membulat berwarna hitam dengan garis-garis abu-abu.

Satwa ini dikenal sebagai kucing liar yang gesit. Kucing batu ini memiliki ekor yang panjang dengan bulu yang sangat tebal. Bentuk ekor ini berguna sebagai penjaga keseimbangan saat satwa ini berada di dahan atau ranting pepohonan.

Untuk berlari dengan kencang baik di darat maupun di pepohonan, kucing batu juga memiliki kedua pasang kaki yang berukuran relatif besar dan kokoh untuk membantunya bergerak secara dinamis. Kakinya memiliki bantalan tumit yang sangat besar.


Selain itu kucing batu memiliki gigi taring yang sangat besar untuk kucing dengan seukurannya. Satwa ini memangsa burung hingga mamalia kecil yang arboreal seperti tupai pohon. Selain itu, mereka juga memangsa tikus, kelelawar, burung kecil, kadal, katak, dan serangga.

Kucing batu diketahui lebih sering menghabiskan waktunya di atas pohon ini (arboreal) dan biasanya aktif di waktu peralihan (krepuskular) dan malam hari. Kucing ini banyak beraktivitas di atas dahan pohon namun tidak menutup kemungkinan mereka akan turun ke tanah untuk mencari mangsanya.

Di habitat aslinya kucing batu lebih sering berkativitas pada malam hari untuk mencari mangsanya (nokturnal). Kucing ini memiliki batas kawasan kekuasaan sampai 6 km persegi. Belum diketahui pasti berapa usia mereka di alam, tetapi kucing batu yang hidup di penangkaran dapat berumur hingga 12 tahun.

Kucing batu sangat bergantung pada keberadaan hutan

Kucing batu ini sangat bergantung pada hutan, terutama hutan tropis yang lembab. Sebagian besar waktunya dihabiskan diatas pohon, seperti tidur diatas pohon dengan ketinggian 25 m. Tidak heran jika jenis kucing ini dikenal sebagai pemanjat ulung yang sangat gesit dan lincah.

Baca juga : Kucing Emas, Fauna Menawan dari Sumatera yang Misterius yang Hampir Punah

Kucing batu banyak mendiami kawasan hutan tropis di hutan campuran, hutan sekunder, area bukaan lahan, hingga semak berbatu. Pada dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian hingga 3.000 meter diatas permukaan laut. Persebaran kucing batu di Indonesia meliputi pulau Sumatera dan Kalimantan.

Kucing batu juga sering turun ke tanah untuk berburu
 

Lebih luas lagi, kucing ini tersebar hampir di kawasan Asia Selatan dan Tenggara yang meliputi Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, Cina, India, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Thailand dan Vietnam. Namun, karena cukup sulit ditemui langsung di habitatnya, mungkin distribusinya bisa lebih luas.

Pada umumnya kucing ini rata-rata dapat melahirkan hingga empat anak kucing dengan usia kehamilan dua sampai tiga bulan. Pada usia lima hari daun telinga anak kucing baru mulai terbuka dan mata mereka akan terbuka pada saat berumur dua minggu.

Kucing Batu di alam liar dengan habitat yang baik diperkirakan mampu hidup hingga berumur 8-15 tahun dengan berat 2-5 kg. Selain itu kucing ini sangat bergantung pada kondisi alamnya yaitu hutan hujan tropis, sehingga kucing batu sangat peka dengan perubahan pada habitatnya.

Pada dasarnya suara kucing batu mirip seperti kucing domestik (kucing rumahan). Vokal kucing ini terdengar “meong” namun lebih menyerupai panggilan burung berkicau. Suara lain yang umum dikeluarkan kucing ialah mendengkur.

Mendengkur sering diartikan sebagai perasaan atau suasana hati si kucing. Suara ini keluar saat kucing mengontrol aliran udara saat bernapas menggunakan otot di laring dan diafargma. Namun uniknya jenis Kucing Batu ini jarang mendengkur dan “pendiam” dibandingkan jenis kucing lainnya.

Rusaknya hutan menjadi ancaman serius keberadaan kucing batu
 

Semakin hari populasi Kucing Batu terancam akibat banyaknya penebangan hutan secara liar dan kebakaran hutan yang membuat habitatnya semakin menciut. Ancaman utama kehidupan kucing batu adalah alih fungsi hutan menjadi pemukiman, perkebunan skala besar, juga pertanian. Kucing batu merespons secara buruk hilangnya habitat mereka.

Baca juga : Kucing Busok, Kucing Ras Asli Indonesia yang Diakui Dunia

Memiliki corak yang indah juga membuat kucing ini terancam punah karena banyak pemburu liar memburu untuk dijadikan kulitnya sebagai hiasan. Kucing batu merupakan salah satu kucing liar yang banyak diminati oleh kolektor satwa liar dan sehingga kucing hutan ini menjadi salah satu target perburuan favorit pemburu liar.

Kucing batu yang tertangkap warga diselamatkan oleh BKSDA Kalimantan Selatan
 

Oleh karena itu IUCN mengkategorikan kucing hutan ini sebagai status Vulnerable atau Rentan dan sudah tercantum dalam CITES Appendix I sejak 2002. Dan di Indonesia, Kucing Batu tercantum dalam PP No. 7 tahun 1999 sebagai kategori hewan yang dilindungi oleh pemerintah.

Masih sangat banyak orang yang kurang peduli akan pentingnya keberadaan kucing-kucing liar ini di ekosistemnya. Melindungi satwa-satwa ini tentunya tugas kita semua, dan melindungi mereka bukanlah hal yang mudah namun bukanlah hal yang sulit juga. Diperlukan kesadaran akan pentingnya keberadaan kucing-kucing liar di alam. (Ramlee)



Sumber : remen.id

Kucing Batu, Penghuni Pedalaman Hutan Kalimantan yang Kian Langka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayam Hutan Merah, Nenek Moyang Ayam Peliharaan Ternyata sangat Pemalu

Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) merupakan sejenis burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar 78 cm, dari suku Phasianidae. Suku Phasi...