Blog Hobi dan Informasi

Rabu, 30 April 2025

Mandar Batu, Burung Semiakuatik Pemakan Segala yang Bersarang di Atas Tanaman Air



Mandar Batu (Gallinula chloropus) adalah salah satu jenis burung semiakuatik yang umum dijumpai di daerah perairan. Mandar batu tersebar hampir di seluruh belahan bumi kecuali di Australia. Di Indonesia, burung ini menetap di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali. Burung mandar batu di dunia perburungan disebut juga dengan Common Moorhen.

Mandar batu adalah jenis burung dari suku Rallidae. Burung mandar batu sering terlihat di danau, telaga, waduk, atau di parit, sawah, dan tambak payau, tersebar sampai ketinggian 1.200 m dpl. Mandar batu memiliki ciri tubuhnya sebagian besar warna hitam.

Bulu-bulunya, yang umumnya berwarna gelap, dikombinasikan dengan warna hitam, abu-abu. Bagian area punggung dan sayap ada warna goresan kecoklatan. Hanya bulu di dekat pangkal sayap dan bawah ekor yang terlihat berwarna putih, menciptakan sebuah paduan warna yang sangat indah.

Mandar Batu umum dijumpai di daerah perairan


Bagian perut ada coretan putih, tungging juga berwarna putih. Bagian dahi di kepala memiliki corak merah seperti baret. Iris mata merah, warna paruh merah yang ujungnya kuning, kakinya berwarna kuning kehijauan. Sebenarnya kaki mandar batu tidak memiliki selaput yang banyak dimiliki burung air, namun kemampuan berenangnya tidak perlu diragukan.

Baca juga : Mandar Gendang, Burung Misterius Penghuni Pulau Halmahera

Paruhnya sendiri memiliki bentuk yang mirip dengan paruh ayam, dengan ukuran yang relatif kecil namun tetap menarik perhatian. Paruh itu juga dapat berfungsi untuk menarik perhatian lawan jenis. Sebab, mandar batu umumnya lebih tertarik dengan calon pasangan dengan warna paruh yang lebih cerah.

Mandar Batu lebih sering terlihat berenang


Mandar batu memiliki panjang tubuh antara 30 hingga 38 cm dan wingspan sekitar 50 hingga 63 cm. Berat rata-rata burung ini berkisar antara 300 hingga 500 gram. Dengan ukuran dan berat yang relatif kecil, burung ini merupakan burung yang cukup ringan dan mudah bergerak di dalam air. Mandar batu terlihat sangat anggun saat menyeberangi bagian yang dipenuhi air.

Gerakannya lembut tidak terburu-buru saat berada di air, apalagi saat mencari makanan, ia terlihat anggun mengawasi sekitarnya. Di habitat alami itu, mandar batu lebih banyak menghabiskan waktu untuk berenang ketimbang berjalan ataupun terbang. Kalaupun harus keluar dari air, mandar batu tak akan pergi jauh dari tepian.

Burung yang satu ini termasuk omnivor yang banyak mencari makan ketika siang hari (diurnal). Mandar batu akan mencari berbagai jenis tanaman air, biji-bijian, beri-berian, rumput ikan kecil, serangga, cacing, kecebong, sampai siput. Mayoritas waktu mencari makan dilakukan sembari berenang di air, tetapi terkadang burung ini turut mencari makanan di tepian, terutama jika banyak makanan yang bisa ditemukan di sana.

Burung mandar batu memiliki kebiasaan perilaku menjentikkan ekornya ketika mencari makanan. Biasanya burung ini berjalan di atas tumbuhan air seperti Seroja (Nelumbo nucifera) sambil mencari makanan. Makanan burung mandar batu terdiri dari berbagai jenis, baik berupa hewan dan tumbuhan. Beberapa jenis makanannya berupa serangga air, binatang kecil, dan pucuk tanaman air.

Mandar Batu ketika terbang rendah di atas perairan


Mandar batu jantan memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari betina. Jantan umumnya memiliki bulu yang lebih cerah dan mencolok, dengan warna hitam yang lebih dalam dan kontras. Selain itu, jantan juga memiliki ukuran tubuh yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan betina.

Baca juga : Angsa, Unggas Berleher Panjang yang Anggun dan Tenang

Selain perbedaan fisik yang mencolok, ada juga perbedaan dalam perilaku antara jantan dan betina. Jantan cenderung lebih vokal dan aktif dalam mencari makanan serta melindungi wilayahnya. Mandar batu seringkali terlibat dalam tindakan agresif, baik dalam berinteraksi dengan sesama jantan maupun dengan betina.

Mandar Batu betina sedang mengerami telurnya


Menjelang musim kawin, mandar batu ternyata menampilkan perilaku menyendiri dan teritorial. Uniknya, sisi teritorial bagi mandar batu lebih banyak ditampilkan oleh para betina, khususnya ketika musim kawin. Pada saat itu, betina akan saling “bertarung” lewat postur agresif untuk memperebutkan jantan di sekitar, meski cukup jarang menghasilkan pertarungan fisik.

Mandar batu, khususnya jantan, dapat membentuk kelompok dalam jumlah yang lumayan. Satu kelompok dapat berisi 15 – 30 individu, dimana jantan paling tua biasanya jadi pemimpin kelompok. Selain itu, ada pula keluarga yang terdiri atas pasangan mandar batu beserta anak-anak mereka. Kelompok mandar batu melakukan aktivitas berupa mencari makan, beristirahat, berkomunikasi, sampai saling menjaga dari kehadiran predator.

Mandar batu termasuk hewan monogami, dimana satu pasangan akan selalu bersama selama beberapa tahun atau sampai salah satu mati. Musim kawin bagi burung ini berbeda tergantung di mana kita melihat mereka. Di kawasan tropis atau dekat dengan garis khatulistiwa, mandar batu dapat kawin sepanjang waktu, tetapi di daerah agak ke utara dan selatan, musim kawin dimulai saat musim panas.

Proses perkawinan dilakukan di daratan dan ada ritual khusus antar pasangan mandar batu berupa saling menggigit bulu sampai mematuk-matuh paruh ke dalam air. Setelah itu, pasangan mandar batu akan membuat sarang yang terbuat dari sisa tanaman air yang mati, ranting, daun, hingga semak yang dibentuk seperti mangkuk.

Mandar batu bersama anak-anaknya


Usai kawin, mandar batu betina akan mengeluarkan telur dalam jumlah 5 – 8 butir dalam satu musim kawin. Pasangan mandar batu pun terbilang kompak. Sebab, keduanya akan bergantian mengerami telur dan menjaga sarang dari predator. Mandar batu akan mengerami telurnya selama kurang lebih 21 hingga 23 hari sebelum menetas, dierami secara bergantian oleh burung betina pada siang hari dan burung jantan pada malam hari.

Baca juga : Rangkong, Burung Besar si Penjaga Kelestarian Hutan Populasinya Kian Terancam

Saat menetas, anakan mandar batu memiliki warna bulu yang kusam, paruhnya coklat kehijauan serta mata kecoklatan. Burung mandar batu mulai belajar terbang pada umur sekitar 50 hari. Burung muda masih ikut induknya sampai 6 minggu setelah pertama kali bisa terbang. Kedua induk mandar batu akan bergantian mencari makan untuk diri sendiri, pasangan, dan anak mereka selama masa perawatan tersebut.

Mandar Batu remaja


Butuh waktu selama satu tahun sebelum anak mandar batu dapat dikatakan dewasa secara seksual. Anak mandar batu ternyata dapat “menaiki’ induknya ketika mendeteksi keberadaan predator di sekitarnya. Setelah anak-anak naik ke atas tubuh, kedua induk mandar batu akan segera terbang sambil membawa anak-anaknya di punggung. Suara mandar batu seperti kokokan keras dan parau ”pruruk- pruuk- pruuk”.

Burung Mandar dapat berlari cepat di atas permukaan air dan segera berenang ke tempat tersembunyi untuk berlindung bila kondisi terganggu. Biasanya menyelam untuk menyelamatkan diri, mampu menyelam di air untuk waktu yang cukup lama bila di kejar burung elang.

Mandar Batu merupakan burung pemakan segala di wilayah perairan


Pada pagi dan sore hari mandar batu biasanya keluar dari persembunyiannya menuju ke daerah terbuka untuk mencari makan. Bertengger di atas rumpun tanaman air. Suka berlarian di atas permukaan air kemudian terbang rendah agak lemah untuk lepas landas. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Mandar Batu, Burung Semiakuatik Pemakan Segala di Habitat Perairan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kayu Manis, Rempah Populer dan Serbaguna dengan Cita Rasa Manis Sekaligus Pedas

Kayu Manis (Cinnamomum zeylanicum) merupakan sejenis pohon yang memiliki berbagai manfaat yang penting. Ini adalah pohon yang menghasilkan ...