Amfibi merupakan hewan yang secara taksonomi dikelompokkan dalam kelas Amphibia. Singkatnya, amfibi atau amfibi dapat didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata), berdarah dingin (poikilotherm), dan ‘berkaki empat’ (tetrapoda) yang hidup di dua alam, yaitu di air dan di darat.
Kata Amphibia sendiri berasal dari bahasa Yunani “amphi” yang berarti ganda dan “bios” yang berarti hidup. Jadi penamaan amphibia mencerminkan kemampuan satwa ini untuk beradaptasi di kedua lingkungan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hewan amfibi adalah binatang berdarah dingin yang dapat hidup di air dan di darat.
Hewan-hewan amfibi ini mempunyai habitat hidup ditempat yang lembab, semacam sungai, danau, kolam, rawa-rawa hingga hutan hujan tropis. Selain itu hewan ini kerap bersembunyi di antara dedaunan atau warna hijau atau coklat serupa dan dengan demikian menjaga tetap aman dari burung dan reptil. Warna kulit adalah pertahanan utamanya.
![]() |
Metamorfosis Katak |
Indonesia adalah salah satu pusat populasi Amfibi di dunia. Sayangnya, hanya sedikit orang Indonesia yang mengenal dan menyadari kekayaan amfibi di Indonesia. Tidak jarang kita kurang mengenal dan memahami amfibi yang berada di sekitarnya.
Baca juga : Katak Kepala Pipih Kalimantan, Katak Tanpa Paru Endemik Kalimantan yang Terancam Punah
Populasi amfibi di Indonesia adalah yang terbesar di Asia. Jumlah jenis atau spesiesnya mencapai 392 spesies dengan 176 spesies diantaranya adalah amfibi endemik Indonesia. Ini menjadikan Indonesia sebagai urutan kedua negara dengan tingkat endemisme amfibi tertinggi di Asia.
![]() |
Kodok |
Amfibi adalah satu-satunya vertebrata yang secara alami dapat beradaptasi dengan dua jenis habitat, yakni di darat dan air. Sebagian besar amfibi menghabiskan tahap awal kehidupannya di air (sebagai larva) dan kemudian bermetamorfosis menjadi hewan darat saat dewasa. Namun, beberapa amfibi dewasa tetap membutuhkan air untuk reproduksi dan menjaga kelembapan kulitnya.
Salah satu ciri paling mencolok dari amfibi adalah kulitnya yang lembab, tipis, dan tanpa sisik. Kulit ini memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu membantu hewan ini bernapas melalui respirasi kulit. Karena kulitnya bisa menyerap air dan oksigen, amfibi biasanya hidup di lingkungan yang lembab atau dekat sumber air untuk mencegah kekeringan.
Kulit yang lembab ini juga membuat amfibi rentan terhadap racun dan polusi di lingkungannya. Kemampuan lainnya adalah banyak amfibi lain yang memiliki kulit berbisa yang berbahaya bagi predator. Ini adalah pertahanan penting melawan predator. Kulit juga digunakan untuk peringatan dengan menunjukkan perubahan warna kulit yang dialami oleh hewan amfibi.
Sebagian besar amfibi bernapas melalui paru-paru saat dewasa, namun respirasi melalui kulit tetap menjadi cara utama amfibi dalam mendapatkan oksigen. Pada tahap larva, amfibi bernapas menggunakan insang, mirip dengan ikan. Seiring pertumbuhan menjadi dewasa, amfibi mulai menggunakan paru-paru, tetapi respirasi kulit tetap penting, terutama ketika berada di lingkungan berair atau lembab.
![]() |
Katak Ungu |
Amfibi memiliki tahapan perubahan dalam hidupnya atau proses metamorfosis. Adanya proses metamorfosis ini mengakibatkan bentuk tubuh amfibi yang berbeda dari lahir hingga dewasa. Jadi, kebanyakan dari hewan amfibi mengalami metamorfosis sempurna. Misalnya saja, pada katak yang mengalami perubahan bentuk, mulai dari telur, kecebong, hingga katak dewasa.
Baca juga : Berang-berang, Satwa Berwajah Imut yang Gemar Bersosialisasi
Amfibi termasuk hewan berdarah dingin (Poikiloterm), yang berarti suhu tubuh mereka dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh secara internal seperti mamalia atau burung. Oleh karena itu, amfibi sering terlihat berjemur di bawah sinar matahari untuk meningkatkan suhu tubuh mereka atau bersembunyi di tempat teduh untuk mendinginkan tubuh.
![]() |
Salamander punggung merah |
Sebagian besar amfibi bereproduksi di air atau lingkungan yang sangat lembab. Telur amfibi tidak memiliki cangkang keras seperti reptil atau burung, sehingga rentan terhadap kekeringan. Telur-telur ini biasanya diletakkan dalam air atau tempat yang basah untuk memastikan mereka tetap lembab. Setelah menetas, larva (seperti berudu) hidup di air sebelum bermetamorfosis menjadi bentuk dewasa yang bisa hidup di darat.
Sumber makanan amfibi berasal dari hewan lambat seperti siput, dan memakan makanan invertebrata seperti cacing tanah, ulat bulu, dan lain-lain. Fungsi utama lidah yang lengket digunakan untuk menangkap mangsanya. Ada beberapa amfibi yang juga menelan kecebong dan telur induknya sendiri saat dalam keadaan terpaksa, seperti tidak memiliki bekal makanan yang bisa dimakan.
Amfibi (amfibi) dibagi menjadi tiga ordo, yaitu Anura (katak dan katak), Caudata (salamander), dan Gymnophiona (caecilian). Ordo Anura, terdiri dari sekitar 55 famili dengan total 6.455 spesies di seluruh dunia. Indonesia memiliki 351 spesies katak dan kodok yang teridentifikasi.
Diantaranya, Katak Pelangi (Ansonia latidisca), Katak Bertaring (Limnocetes sp.), Katak Darah (Leptophryne cruentata), Katak Sungai (Phrynoidis aspera), Katak Jeram (Huia masonii), Katak Pohon Kaki Katak Putik (Philautus pallidipes), Katak Lapangan (Fejervarya cancrivora), Bancet Hijau (Occidozyga lima), Precil Jawa (Microhyla achatina), dan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus javanus).
![]() |
Caecilian, amfibi bertubuh serupa cacing atau ular |
Ordo Caudata, terdiri dari 10 famili dengan total 671 spesies. Urutan ini tidak ditemukan di Indonesia. Contoh amfibi dari ordo Caudata termasuk Salamander Raksasa Tiongkok (Andrias davidianus) yang terdapat di Tiongkok, Salamander Punggung Merah (Plethodon cinereus) di Amerika Utara, dan Salamander Asiatik (Hynobius kimurae).
Baca juga : Biawak, Kadal Berukuran Menengah dan Besar yang Suka Berjemur
Ordo Gymnophiona, terdiri dari 10 famili dengan total 200 spesies. Amfibi yang tergolong ordo Gymnophiona yang hidup di Indonesia (pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan) berasal dari genus Ichthyophis sp. Beberapa spesies yang hidup di Indonesia antara lain, Caecilian Indonesia, Caecilian Pulau Billiton, Caecilian Memanjang, Caecilian Jawa, Caecilian Jawa, Caecilian Hitam, Caecilian Kepahiang, Caecilian pita kuning, dan Caecilian Sumatera.
![]() |
Axototl, naga air yang kian langka |
Salah satu peran penting amfibi dalam ekosistem adalah sebagai predator yang efektif untuk serangga dan hama kecil. Amfibi seperti katak, salamander, dan caecilian memakan berbagai jenis serangga, termasuk nyamuk, lalat, dan hama tanaman. Dengan demikian, amfibi membantu mengontrol populasi serangga yang berpotensi menjadi ancaman bagi manusia dan pertanian.
Amfibi dikenal sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, terutama dalam hal kualitas air dan udara. Kulit amfibi yang tipis dan permeabel membuatnya rentan terhadap polusi dan perubahan suhu. Sehingga populasi amfibi yang sehat biasanya menunjukkan lingkungan yang bersih dan seimbang.
![]() |
Kodok Darah endemik Pulau Jawa yang berstatus kritis dan terancam punah |
Amfibi, khususnya axolotl dan salamander, sangat berguna dalam penelitian biologi dan medis karena kemampuan regenerasinya yang luar biasa. Para ilmuwan mempelajari bagaimana axolotl dan salamander dapat meregenerasi bagian tubuh yang hilang, seperti anggota tubuh, jaringan jantung, bahkan sebagian otak, untuk mengembangkan wawasan yang mungkin diterapkan dalam pengobatan manusia, termasuk untuk pemulihan cedera atau kerusakan jaringan.
Amfibi seperti katak dan salamander juga membantu menyuburkan tanah. Dengan aktivitas amfibi di dalam tanah dan di air, satwa ini membantu menguraikan bahan organik dan mempercepat proses daur ulang nutrisi. Proses ini mendukung pertumbuhan vegetasi dan menjaga kesehatan tanah di lingkungan. (Ramlee)
Sumber : remen.id
Amfibi, Hewan Vertebrata yang Mampu Hidup di Dua Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar