Blog Hobi dan Informasi

Rabu, 30 April 2025

Mandar Batu, Burung Semiakuatik Pemakan Segala yang Bersarang di Atas Tanaman Air



Mandar Batu (Gallinula chloropus) adalah salah satu jenis burung semiakuatik yang umum dijumpai di daerah perairan. Mandar batu tersebar hampir di seluruh belahan bumi kecuali di Australia. Di Indonesia, burung ini menetap di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali. Burung mandar batu di dunia perburungan disebut juga dengan Common Moorhen.

Mandar batu adalah jenis burung dari suku Rallidae. Burung mandar batu sering terlihat di danau, telaga, waduk, atau di parit, sawah, dan tambak payau, tersebar sampai ketinggian 1.200 m dpl. Mandar batu memiliki ciri tubuhnya sebagian besar warna hitam.

Bulu-bulunya, yang umumnya berwarna gelap, dikombinasikan dengan warna hitam, abu-abu. Bagian area punggung dan sayap ada warna goresan kecoklatan. Hanya bulu di dekat pangkal sayap dan bawah ekor yang terlihat berwarna putih, menciptakan sebuah paduan warna yang sangat indah.

Mandar Batu umum dijumpai di daerah perairan


Bagian perut ada coretan putih, tungging juga berwarna putih. Bagian dahi di kepala memiliki corak merah seperti baret. Iris mata merah, warna paruh merah yang ujungnya kuning, kakinya berwarna kuning kehijauan. Sebenarnya kaki mandar batu tidak memiliki selaput yang banyak dimiliki burung air, namun kemampuan berenangnya tidak perlu diragukan.

Baca juga : Mandar Gendang, Burung Misterius Penghuni Pulau Halmahera

Paruhnya sendiri memiliki bentuk yang mirip dengan paruh ayam, dengan ukuran yang relatif kecil namun tetap menarik perhatian. Paruh itu juga dapat berfungsi untuk menarik perhatian lawan jenis. Sebab, mandar batu umumnya lebih tertarik dengan calon pasangan dengan warna paruh yang lebih cerah.

Mandar Batu lebih sering terlihat berenang


Mandar batu memiliki panjang tubuh antara 30 hingga 38 cm dan wingspan sekitar 50 hingga 63 cm. Berat rata-rata burung ini berkisar antara 300 hingga 500 gram. Dengan ukuran dan berat yang relatif kecil, burung ini merupakan burung yang cukup ringan dan mudah bergerak di dalam air. Mandar batu terlihat sangat anggun saat menyeberangi bagian yang dipenuhi air.

Gerakannya lembut tidak terburu-buru saat berada di air, apalagi saat mencari makanan, ia terlihat anggun mengawasi sekitarnya. Di habitat alami itu, mandar batu lebih banyak menghabiskan waktu untuk berenang ketimbang berjalan ataupun terbang. Kalaupun harus keluar dari air, mandar batu tak akan pergi jauh dari tepian.

Burung yang satu ini termasuk omnivor yang banyak mencari makan ketika siang hari (diurnal). Mandar batu akan mencari berbagai jenis tanaman air, biji-bijian, beri-berian, rumput ikan kecil, serangga, cacing, kecebong, sampai siput. Mayoritas waktu mencari makan dilakukan sembari berenang di air, tetapi terkadang burung ini turut mencari makanan di tepian, terutama jika banyak makanan yang bisa ditemukan di sana.

Burung mandar batu memiliki kebiasaan perilaku menjentikkan ekornya ketika mencari makanan. Biasanya burung ini berjalan di atas tumbuhan air seperti Seroja (Nelumbo nucifera) sambil mencari makanan. Makanan burung mandar batu terdiri dari berbagai jenis, baik berupa hewan dan tumbuhan. Beberapa jenis makanannya berupa serangga air, binatang kecil, dan pucuk tanaman air.

Mandar Batu ketika terbang rendah di atas perairan


Mandar batu jantan memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari betina. Jantan umumnya memiliki bulu yang lebih cerah dan mencolok, dengan warna hitam yang lebih dalam dan kontras. Selain itu, jantan juga memiliki ukuran tubuh yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan betina.

Baca juga : Angsa, Unggas Berleher Panjang yang Anggun dan Tenang

Selain perbedaan fisik yang mencolok, ada juga perbedaan dalam perilaku antara jantan dan betina. Jantan cenderung lebih vokal dan aktif dalam mencari makanan serta melindungi wilayahnya. Mandar batu seringkali terlibat dalam tindakan agresif, baik dalam berinteraksi dengan sesama jantan maupun dengan betina.

Mandar Batu betina sedang mengerami telurnya


Menjelang musim kawin, mandar batu ternyata menampilkan perilaku menyendiri dan teritorial. Uniknya, sisi teritorial bagi mandar batu lebih banyak ditampilkan oleh para betina, khususnya ketika musim kawin. Pada saat itu, betina akan saling “bertarung” lewat postur agresif untuk memperebutkan jantan di sekitar, meski cukup jarang menghasilkan pertarungan fisik.

Mandar batu, khususnya jantan, dapat membentuk kelompok dalam jumlah yang lumayan. Satu kelompok dapat berisi 15 – 30 individu, dimana jantan paling tua biasanya jadi pemimpin kelompok. Selain itu, ada pula keluarga yang terdiri atas pasangan mandar batu beserta anak-anak mereka. Kelompok mandar batu melakukan aktivitas berupa mencari makan, beristirahat, berkomunikasi, sampai saling menjaga dari kehadiran predator.

Mandar batu termasuk hewan monogami, dimana satu pasangan akan selalu bersama selama beberapa tahun atau sampai salah satu mati. Musim kawin bagi burung ini berbeda tergantung di mana kita melihat mereka. Di kawasan tropis atau dekat dengan garis khatulistiwa, mandar batu dapat kawin sepanjang waktu, tetapi di daerah agak ke utara dan selatan, musim kawin dimulai saat musim panas.

Proses perkawinan dilakukan di daratan dan ada ritual khusus antar pasangan mandar batu berupa saling menggigit bulu sampai mematuk-matuh paruh ke dalam air. Setelah itu, pasangan mandar batu akan membuat sarang yang terbuat dari sisa tanaman air yang mati, ranting, daun, hingga semak yang dibentuk seperti mangkuk.

Mandar batu bersama anak-anaknya


Usai kawin, mandar batu betina akan mengeluarkan telur dalam jumlah 5 – 8 butir dalam satu musim kawin. Pasangan mandar batu pun terbilang kompak. Sebab, keduanya akan bergantian mengerami telur dan menjaga sarang dari predator. Mandar batu akan mengerami telurnya selama kurang lebih 21 hingga 23 hari sebelum menetas, dierami secara bergantian oleh burung betina pada siang hari dan burung jantan pada malam hari.

Baca juga : Rangkong, Burung Besar si Penjaga Kelestarian Hutan Populasinya Kian Terancam

Saat menetas, anakan mandar batu memiliki warna bulu yang kusam, paruhnya coklat kehijauan serta mata kecoklatan. Burung mandar batu mulai belajar terbang pada umur sekitar 50 hari. Burung muda masih ikut induknya sampai 6 minggu setelah pertama kali bisa terbang. Kedua induk mandar batu akan bergantian mencari makan untuk diri sendiri, pasangan, dan anak mereka selama masa perawatan tersebut.

Mandar Batu remaja


Butuh waktu selama satu tahun sebelum anak mandar batu dapat dikatakan dewasa secara seksual. Anak mandar batu ternyata dapat “menaiki’ induknya ketika mendeteksi keberadaan predator di sekitarnya. Setelah anak-anak naik ke atas tubuh, kedua induk mandar batu akan segera terbang sambil membawa anak-anaknya di punggung. Suara mandar batu seperti kokokan keras dan parau ”pruruk- pruuk- pruuk”.

Burung Mandar dapat berlari cepat di atas permukaan air dan segera berenang ke tempat tersembunyi untuk berlindung bila kondisi terganggu. Biasanya menyelam untuk menyelamatkan diri, mampu menyelam di air untuk waktu yang cukup lama bila di kejar burung elang.

Mandar Batu merupakan burung pemakan segala di wilayah perairan


Pada pagi dan sore hari mandar batu biasanya keluar dari persembunyiannya menuju ke daerah terbuka untuk mencari makan. Bertengger di atas rumpun tanaman air. Suka berlarian di atas permukaan air kemudian terbang rendah agak lemah untuk lepas landas. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Mandar Batu, Burung Semiakuatik Pemakan Segala di Habitat Perairan


Selasa, 29 April 2025

Tarsius Supriatna, Spesies Tarsius Baru yang Ditemukan di Semenanjung Sulawesi Utara



Tarsius Supriatna (Tarsius supriatnai) merupakan primata terkecil di dunia yang ditemukan di daerah Bumbulan, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Nama Supriatnai disematkan sebagai bentuk penghormatan kepada Profesor Dr. Jatna Supriatna, profesor biologi di Universitas Indonesia.

Profesor Dr. Jatna Supriatna telah mendedikasikan sebagian besar kehidupan profesionalnya untuk konservasi keanekaragaman hayati Indonesia. Profesor Dr. Jatna Supriatna juga telah mensponsori banyak kerja kolaboratif dengan pihak asing untuk penelitian tarsius.

Dalam bahasa Gorontalo, tarsius disebut mimito. Primata endemik ini peneliti temukan dan terdeskripsikan dalam artikel “Two New Tarsier Species (Tarsiidae, Primates) and the Biogeography of Sulawesi, Indonesia” yang ditulis Myron Shekelle, Colin P. Groves, Ibnu Maryanto, dan Russell A. Mittermeier di tahun 2017.

Vegetasi Suaka Margasatwa Nimtu


Jenis tarsius ini ditemukan di daerah Bumbulan, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Tarsius supriatnai memiliki kemiripan dengan Tarsius spectrumgurskyae. Tarsius spectrumgurskyae merupakan jenis tarsius lainnya yang ditemukan di Manado, Sulawesi Utara.

Baca juga : Tarsius, Primata Bertubuh Mungil Bermata Besar Paling Langka di Dunia yang Setia pada Pasangannya

Secara morfologi, Tarsius supriatnai terlihat sangat mirip dengan Tarsius spectrumgurskyae. Analisis genetik pada spesis ini memperkirakan telah terjadi pemisahan spesies antara T. supriatnai dan T. spectrumgurskyae sejak 0,3 juta tahun yang lalu.

Profesor Dr. Jatna Supriatna


Secara umum, ciri khas dari tarsius supriatna adalah memiliki bintik yang terlihat lebih besar di pangkal telinganya. Kaki belakangnya tidak terlalu pendek, jari tengah yang lebih panjang dibandingkan dengan spesies tarsius lainnya.

Selain itu, tarsius supriatna ini juga memiliki ekor yang sangat panjang. Berat tubuh betina sekitar 104-114 gram, sedangkan jantan sekitar 135 gram. Panjang ekortarsius supriatna betina sekitar 232-243 mm dan ekor jantan 246 mm.

Tarsius Supriatna baru dipublikasikan pada tahun 2017


Di samping itu, tarsius supriatna juga melakukan vokalisasi duet yang ditandai dengan frasa betina sepanjang 2-5 nada yang diiringi oleh panggilan jantan, yang sangat berbeda dengan spesies tarsius lainnya. Primata endemik yang satu ini tersebar di wilayah Sulawesi Utara.

Baca juga : Kukang, Primata Lucu dan Pemalu Memiliki Gigitan Berbisa yang Semakin Langkah

Mulai dari Tanah Genting Gorontalo ke arah barat hingga Sejoli, dan mungkin mencapai Ogatemuku. Di bagian barat, spesies ini berbatasan dengan T. wallacei dan di bagian timur dengan T. spectrumgurskyae. . IUCN Red List melansir bahwa status konservasi tarsius supriatna adalah rawan (vulnerable) dengan tren populasi yang menurun.

Tarsius spectrumgurskyae


Satwa tarsius mampu melompat hingga 3 meter berkat rentang kakinya yang panjang. Proporsi panjang kaki dengan panjang tangannya adalah terpanjang di antara primata lain. Tarsius yang bisa ditemukan di pulau-pulau di Asia Tenggara, menggunakan kemampuan melompatnya untuk menangkap mangsa dengan ketepatan luar biasa.

Jika ingin melihat secara langsung primata tarsius ini di habitat aslinya, bisa berkunjung ke Kawasan Lindung Nantu. Suaka Margasatwa (SM) Nantu merupakan kawasan hutan yang ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 573/Kpts-II/1999.

Tarsius merupakan primata carnivora murni


Awalnya, SM Nantu memiliki luas 31.215 hektar, kemudian Suaka Margasatwa Nantu diperluas pada tahun 2010 menjadi 51.507,33 Ha berdasar SK Menhut No.325/Menhut-II/2010. Secara administratif, SM Nantu berada di tiga kabupaten, yaitu Gorontalo, Boalemo, dan Gorontalo Utara.

Baca juga : Kuskus, Satwa Berkantung yang Pemalu Endemik Indonesia Timur Berbulu Halus Kian Terancam Punah

SM Nantu berperan sebagai rumah bagi berbagai satwa liar, termasuk anoa, tarsius, dan sekitar 80 spesies burung. Kawasan ini juga dikenal sebagai kawasan hutan tropis khas Sulawesi yang memiliki keanekaragaman hayati yang kaya.

Tarsius disebut fosil hidup yang sudah ada sejak 50 juta tahun lalu dan harus dilestarikan


Meskipun ditetapkan sebagai kawasan konservasi, SM Nantu juga menghadapi ancaman, seperti pemburuan liar dan alih fungsi lahan. Berbagai upaya konservasi telah dilakukan untuk melindungi SM Nantu, termasuk penegakan hukum terhadap pemburu liar dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi.

Sebagai satu-satunya primata karnivora murni di bumi, makanan tarsius sebagian besar adalah serangga dan kadal. Kebanyakan primata adalah omnivora bahkan herbivora. Tarsius adalah primata yang dijuluki sebagai fosil hidup karena diperkirakan sudah ada sejak aman Eosen atau sekitar 50 juta tahun lalu tanpa banyak mengalami perubahan bentuk fisik kecuali ukurannya. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Tarsius Supriatna, Spesies Baru Tarsius di Sulawesi yang Berekor Panjang


Senin, 28 April 2025

Cattleya, Anggrek Korsase yang Mempesona dengan Nilai Komersil Sangat Tinggi



Cattleya (Cattleya sp.) merupakan salah satu jenis anggrek epifit yang terkenal dengan keindahan bunganya. Anggrek cattleya adalah salah satu jenis bunga anggrek yang sangat populer di kalangan pecinta tanaman hias. Penamaan cattleya diberikan pertama kali oleh John Lindley seorang botanis Inggris pada tahun 1824.

Pemberian nama cattleya ini untuk mengenang sahabatnya bernama Sir William Cattley yang pertama kali sukses membudidayakan jenis anggrek ini hingga berbunga. Sir William Cattley dikenal sebagai botanis Inggris yang gemar mengoleksi anggrek dari seluruh dunia.

Cattleya berasal dari daerah Amerika Tengah Selatan, Brasil, Peru, Meksiko, Guyana, dan Argentina. Tanaman anggrek ini memiliki ciri khas labellum (bibir bunga) yang lebih besar dibanding jenis anggrek pada umumnya, sehingga dijuluki dengan sebutan “Queen of the Orchids”.

Anggrek Cattleya tumbuh di pohon-pohon berbatang besar di dataran tinggi


Secara umum, tanaman anggrek memiliki daun yang khas. Biasanya daunnya terlihat lebih tebal dari tanaman pada umumnya, meskipun ada beberapa jenis anggrek yang juga memiliki daun yang tipis. Untuk anggrek cattleya sendiri termasuk jenis anggrek yang memiliki daun tebal dan memiliki kandungan air yang banyak.

Baca juga : Anggrek Tebu, Raksasa Cantik yang Semakin Langka

Dengan morfologi seperti itu maka tidak heran jika daun anggrek cattleya selalu terlihat segar dalam keadaan apapun. Terdapat dua golongan jenis anggrek cattleya berdasarkan jumlah daunnya yaitu cattleya berdaun satu dan cattleya berdaun ganda.

Cattleya labiata


Karakteristik cattleya dapat dilihat dari bagian bunga yang memiliki bentuk antara mahkota (petal) dan kelopak (sepal) yang tidak beraturan, namun memiliki warna bibir bunga yang lebih mencolok dibanding warna bagian bunga yang lainnya. Tekstur daun tebal dan memiliki kandungan air yang banyak.

Bunga anggrek cattleya memiliki ukuran bunga relatif besar dan memiliki lima bagian utama yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik), dan ovary (bakal buah). Petal pada lingkaran luar dan dalam memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda dan pada petal bagian tengah menjadi bibir bunga atau labellum dengan bentuk yang lebih besar dan bergelombang atau agak keriting.

Selain itu labellum dari anggrek cattleya ini memiliki warna yang lebih mencolok dibanding warna bagian bunga yang lainnya. Labellum memang berfungsi untuk menarik perhatian serangga karena mengandung gumpalan-gumpalan massa sel yang wangi.

Ada banyak varietas anggrek cattleya yang telah dikembangkan melalui persilangan, beberapa jenis yang populer antara lain Cattleya labiata, Cattleya walkeriana, Cattleya trianae, Cattleya mossiae, dan Cattleya hybrid. Anggrek cattleya termasuk pada jenis batang anggrek yang memiliki pola pertumbuhan sympodial dengan pertumbuhan ujung batang yang terbatas.

Cattleya walkeriana


Batang akan berhenti tumbuh dalam batas tertentu, kemudian pertumbuhannya akan dilanjutkan oleh anak yang tumbuh di sekitarnya. Batang ini memiliki pseudobulb (umbi semu) berbentuk agak pipih, keras, dan berdaging. Jika tanamannya masih muda maka pseudobulb ini akan dibungkus oleh daun pelindung yang akan mengering saat tanaman anggrek cattleya telah dewasa.

Baca juga : Anggrek Hitam, Anggrek Hutan Khas Kalimantan Nasibnya Semakin Kelam

Anggrek cattleya merupakan tanaman epifit dengan akar yang biasanya bersifat lunak dan rapuh, ujungnya runcing, dan agak lengket. Akar anggrek epifit memiliki rongga serta dibawahnya memiliki lapisan yan mengandung klorofil.

Cattleya trianae


Akar mudah melekat pada batang yang keras dan di saat akarnya semakin tua maka warnanya akan kecoklatan dan segera diganti dengan akar yang baru. Akar anggrek memiliki velamen yang terdiri dari lapisan-lapisan sel yang transparan juga memiliki rongga , hal ini merupakan bagian untuk melindungi pada sistem saluran akar. Cattleya sendiri memiliki velamen yang besar sehingga diameter akarnya terlihat besar.

Di habitat aslinya, anggrek cattleya hidup menumpang pada pohon-pohon berbatang besar, sehingga terlindung dari paparan sinar matahari secara langsung dan memperoleh kelembapan yang sangat dibutuhkan. Anggrek ini tumbuh di daerah dengan kelembaban tinggi, sekitar 60-80%.

Cattleya tidak menyukai sinar matahari langsung sepanjang hari, suhu ideal untuk pertumbuhan antara 18-30 °C. Tetapi anggrek ini senang mendapat sinar langsung di pagi hari selama 4–5 jam sehari, atau sinar terang sehari penuh. Bila daunnya berwarna hijau gelap, itu pertanda cattleya kekurangan sinar matahari.

Sebaliknya, bila kelebihan sinar, warna daunnya akan menjadi hijau kekuningan. Sinar matahari yang cukup akan membuat cattleya rajin berbunga. Anggrek cattleya sering ditemukan di ketinggian antara 500-1500 meter di atas permukaan laut.

Cattleya mossiae


Selain merangsang pembentukan bunga, sinar matahari juga membuat tanaman lebih kuat, tahan serangan penyakit, dan mampu mengumpulkan makanan cadangan. Secara umum anggrek cattleya tidak membutuhkan porsi sinar matahari penuh dan cukup toleran dengan keteduhan. Prosentase pencahayaan yang dibutuhkan hanya berkisar 20 sampai 30 persen saja.

Baca juga : Paphiopedilum, Anggrek Kantung yang Terancam Punah di Indonesia

Makanan cadangan ini akan tersimpan di dalam bulb. Bulb yang padat berisi akan rajin menghasilkan tunas dan bunga. Cattleya akan rajin berbunga pada lingkungan bertemperatur antara 15–35 derajat celcius. Cattleya ada yang tahan hidup di daerah panas dan ada yang tahan hidup di daerah dingin. Yang hidup di daerah dingin mempunyai ukuran bunga lebih besar dari cattleya yang hidup di daerah panas.

Cattleya hybrid


Rata-rata bunga anggrek cattleya akan mekar dan bertahan hingga 1 bulan. Namun pada umumnya anggrek ini hanya mekar dan bertahan 2 minggu saja. Dewasa ini banyak kalangan botanis yang mengembangbiakkan anggrek jenis cattleya menjadi komoditas bunga potong. Ukuran bunga cattleya bisa mencapai lebar 5cm sampai 15 cm.

Sampai sekarang anggrek cattleya memiliki nilai komersil yang sangat tinggi di pasaran baik lokal maupun internasional. Meskipun harga anggrek cattleya cenderung mahal, akan tetapi nilai yang dimilikinya jauh lebih mahal. Sehingga cattleya selalu menjadi prioritas utama bagi para hobis maupun kolektor.

Anggrek Cattleya jadi tanaman hias populer para penghobi maupun kolektor


Sehingga dimanapun berada anggrek ini akan selalu diburu oleh para kolektor.rang ini ada ribuan jenis cattleya baru atau hybrid yang dihasilkan oleh ahli botani di seluruh dunia. Hal ini mungkin terkait dengan keindahan dan keanggunannya yang menunjukkan kemewahan. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Cattleya, Ratu Anggrek dengan Bunga yang Menawan


Minggu, 27 April 2025

Antibiotik, Obat yang Dikhususkan untuk Mengobati Infeksi Bakteri, Pahami Penggunaannya untuk Burung



Antibiotik merupakan golongan senyawa antimikroba yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia pada organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Obat ini tidak dapat digunakan untuk mengatasi infeksi.

Penggunaan antibiotik di dunia perunggasan sudah tidak asing lagi. Tujuan utama penggunaan antibiotik adalah untuk mengatasi penyakit akibat infeksi bakteri atau mengobati unggas dari organisme patogen penyebab penyakit. Berdasar luas efektifitas kerjanya, antibiotik dapat dibagi menjadi 2 golongan.

Pertama, antibiotik golongan narrow spektrum antibiotic, yaitu antibiotik yang berkhasiat terhadap sekelompok mikroba saja. Misalnya, penicillin hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sedangkan streptomycin efek kerjanya terutama terhadap bakteri gram negatif.

Perawatan intensif agar burung kesayangan tetap dalam kondisi sehat


Golongan kedua adalah broad spectrum antibiotic, yaitu antibiotik yang berkhasiat baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Sebagai contoh adalah tetracyclin dan chloramphenicol. Sampai saat ini penelitian mengenai antibiotik masih terus berlangsung.

Baca juga : Menjaga Kenari Tetap Sehat saat Cuaca Tidak Menentu

Terutama untuk mendapatkan antibiotik yang lebih manjur, aman, dan dapat membunuh ricketsia, protozoa, golongan fungi, dan anti neoplastika. Usaha ini dilakukan karena kini banyak kuman yang resisten terhadap antibiotik.

Burung kenari sedang tidak sehat


Antibiotik yang banyak digunakan dalam pengobatan antara lain penicillin, golongan amino glikosida (mencakup streptomycin, gentamycin, kanamycin, paramomycin dan neomycin), chloramphenicol, tetracyclin, golongan makrolida, dan fungistatika.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibiotika tertentu (misalnya chlortetracyclin, oxytetracyclin dan penicillin), bila dicampurkan dalam ransum akan memacu pertumbuhan dari hewan-hewan yang masih muda yang masih dalam masa pertumbuhan.

Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja antibiotik. Antibiotik dapat secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang merusak zat-zat makanan. Misalnya trimethylamin, suatu amonia yang merupakan racun untuk menghalangi laju pertumbuhan burung.

Antibiotik dapat mempertinggi penyerapan dari berbagai zat makanan, seperti Ca, P dan Mg. Sebagai akibat dari mekanisme perbaikan penyerapan beberapa zat makanan tersebut, antibiotik dapat menghemat beberapa zat makanan. Ini terjadi melalui pengaruh penipisan dinding saluran pencernaan.

Pemeriksaan burung yang sedang sakit harus tepat


Antibiotik juga mampu mempertinggi konsumsi makanan atau air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa caecum dari anak ayam yang diberi antibiotik biasanya lebih besar dan berisi ekskreta basah lebih banyak daripada caecum anak ayam yang diberi ransum sama tanpa antibiotik.

Baca juga : Memahami Kasus Radang Mata pada Burung Berkicau

Sementara mikroorganisme tersebut mampu membentuk zat-zat esensial bagi burung, misalnya beberapa asam amino. Antibiotik juga dapat menghalangi pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi amonia dalam jumlah banyak dalam saluran pencernaan.

Pemberian antibiotik untuk burung harus tepat


Antibiotik yang sering dicampur dalam pakan selain yang disebutkan di atas adalah basitracin, neomycin, streptomycin, tylocin, erytromycin, oleondomycin, bambermycin dan spiramycin. Tetapi akibat penggunaan antibiotika pada hewan juga perlu diperhatikan.

Antibiotik adalah jenis obat yang digunakan untuk menangani infeksi bakteri. Jika digunakan secara tidak tepat, misalnya untuk mengobati infeksi virus atau jamur, bakteri justru akan berkembang biak dan menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut.

Antibiotik yang digunakan secara terus menerus tanpa memperhatikan cara pakai, dosis, dan waktu henti obat akan menimbulkan resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika antibiotik tidak lagi efektif dalam membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh.

Resistensi antibiotik menyebabkan bakteri tetap berkembang biak dan sulit diobati. Akibatnya, penderita dapat mengalami komplikasi yang berat, bahkan kematian. Bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik tertentu berpeluang menimbulkan wabah baru karena bakteri ini sudah tidak dapat dieliminasi lagi dengan antibiotik yang sama sementara penemuan antibiotik baru membutuhkan waktu lama.

Pemberian vitamin agar burung kesayangan selalu sehat


Drh Dharmojono dalam buku “Aneka Permasalahan Burung dan Ayam Hias” membahas penggunaan antibiotik untuk burung. Bahwa antibiotika lebih berperan dalam usaha preventif melalui air minum atau pakan sebagai bahan tambahan (feed additive).

Baca juga :  Cacingan, Penyebab dan Gejalanya pada Burung Peliharaan

Tujuannya adalah membunuh mikroorganisme yang mencemari air minum dan pakan burung. Seringkali pemberian antibiotik untuk burung menjadi tidak berguna. Karena di banyak kasus, hal ini tidak lagi berguna disebabkan suhu tubuh burung yang sudah tinggi (sekitar 40 derajat C).

Hanya burung dalam kondisi prima yang akan rajin berkicau


Dan penyakit yang didera burung sebagian besar disebabkan oleh virus atau parasit (cacing, protozoa, jamur ataupun kutu). Dalam kondisi inilah antibiotika pun harus “angkat tangan” dan tidak akan bermanfaat apa-apa. Itulah mengapa lebih penting menjaga kesehatan burung daripada mengobati ketika sudah sakit. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Antibiotik, Penggunaannya dalam Mengobati Burung Sakit Harus Tepat


Sabtu, 26 April 2025

Domba, Mamalia Ruminansia Peliharaan yang Dikenal karena Bulu Wolnya



Domba (Ovis aries) merupakan mamalia ruminansia yang dijinakkan dan dipelihara sebagai hewan ternak. Domba berambut tebal dapat dijadikan sebagai hewan ternak. Domba yang diternak biasanya dipelihara untuk dimanfaatkan daging, susu, kulit, dan wolnya.

Meskipun istilah domba dapat diterapkan pada spesies lain dalam genus Ovis, dalam penggunaan sehari-hari istilah ini hampir selalu mengacu pada domba peliharaan. Seperti semua ruminansia, domba adalah anggota ordo Artiodaktil, hewan berkuku genap.

Domba dan kambing berkerabat dekat karena keduanya termasuk kedalam subfamili Caprinae. Namun, domba dan kambing adalah spesies yang terpisah, sehingga hibrida (perkawinan silang diantara keduanya) jarang terjadi dan selalu tidak subur.

Mouflon liar Eropa


Persilangan antara domba betina dan pejantan (kambing jantan) disebut hibrida domba-kambing, yang dikenal sebagai kamba (kambing-domba). Perbedaan visual antara domba dan kambing antara lain janggut kambing dan bibir atas domba yang terbelah.

Baca juga : Domba Garut, Domba Petarung Asli Indonesia Berkualitas Dunia

Ekor domba juga menggantung ke bawah, meskipun pendek atau merapat, sedangkan ekor kambing yang pendek terangkat ke atas. Perbedaan jantan dari kedua spesies ini adalah kambing pejantan memperoleh bau yang unik dan kuat selama kebiasaannya, sedangkan domba jantan tidak.

Peternakan domba


Domba kemungkinan besar adalah keturunan mouflon liar di Eropa dan Asia, dengan Iran sebagai pusat domestikasi secara geografis. Mouflon merupakan domba liar yang berasal dari wilayah kaspia.

Satwa mouflon liar ini tampak menonjol dengan tanduk besarnya yang akan terus tumbuh sepanjang hidupnya. Mouflon mempunyai bulu pendek dan berwarna cokelat kemerahan, terdapat garis gelap di sepanjang punggungnya.

Sementara itu, di bagian samping tubuhnya, warnanya jauh lebih terang. Baik mouflon jantan maupun yang betina sama-sama mempunyai tanduk. Tetapi tanduk mouflon betina ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan jantan.

Domba adalah salah satu hewan paling awal yang didomestikasi (domestikasi adalah proses mengubah hewan liar agar dapat hidup di lingkungan manusia) untuk tujuan pertanian dan kebutuhan manusia. Domba dipelihara dengan tujuan untuk diambil bulunya, dagingnya, dan susunya.

Gibas, domba lokal


Wol domba merupakan serat hewani yang paling banyak digunakan, dan biasanya dipanen dengan cara dicukur. Kini, domba selain diambil wolnya juga untuk diambil dagingnya dan beberapa kebutuhan lainnya.

Baca juga : Kambing Gembrong, Jenis Kambing Lokal Bali yang Unik Kini Mulai Langka

Peternakan domba dipraktikkan di sebagian besar dunia, dan merupakan hal mendasar bagi banyak peradaban. Di era modern, Australia, Selandia Baru, negara-negara Amerika Selatan bagian selatan dan tengah, serta Kepulauan Inggris paling erat kaitannya dengan produksi domba.

Domba Garut


Terdapat dua jenis domba yang biasa diternakan oleh masyarakat Indonesia, yaitu domba lokal dan domba hasil persilangan. Domba lokal merupakan domba khas Indonesia yang banyak dipelihara sebagai hewan ternak oleh masyarakat Indonesia.

Karakteristik dari domba lokal, yaitu memiliki postur tubuh kecil, lambat dewasa, berambut kasar, dan hasil dagingnya relatif sedikit. Terdapat dua jenis domba lokal yang ada di Indonesia, yaitu domba lokal ekor tipis dan domba lokal ekor tebal.

Domba hasil persilangan di Indonesia ada tiga jenis, yaitu domba garut, domba merino, dan domba texel. Domba merino merupakan domba yang terkenal dengan kualitas wolnya yang bagus. Bobot tubuh dari domba merino jantan dapat mencapai 70 kilogram, sedangkan bobot betinanya mencapai 40 kilogram.

Domba garut merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal dengan domba merino. Persilangan ini menghasilkan domba dengan postur tubuh gagah dan tanduk besar yang melengkung ke bawah. Domba garut biasanya diternakkan untuk dijadikan domba aduan.

Domba Merino


Domba texel berasal dari belanda yang kini banyak diternakan di daerah Wonosobo, Jawa Tengah. Domba texel memiliki rambut yang tebal keriting dan berwarna putih, telinga mengarah ke samping , warna hidung dan kuku hitam.

Baca juga : Kambing Etawa, Salah Satu Jenis Ternak Unggul yang Bisa Menghasilkan Keuntungan Besar

Domba adalah hewan herbivora. Domba lebih suka merumput di rumput dan tanaman yang mempunyai serat pendek lainnya. Domba menghindari bagian tanaman berkayu yang lebih tinggi yang biasanya lebih mudah dikonsumsi oleh kambing.

Domba Texel


Domba menggunakan bibir dan lidahnya untuk memilih bagian tanaman yang lebih mudah dicerna atau bergizi tinggi. Domba merumput dengan baik di padang rumput monokultur di mana sebagian besar kambing akan mengalami gizi buruk jika mengkomsumsi rumput. Domba mengikuti pola aktivitas diurnal, makan dari fajar hingga senja, berhenti secara sporadis untuk beristirahat dan mengunyah makanannya.

Domba adalah hewan kawanan dan sangat suka hidup berkelompok. Hirarki dominasi domba dan kecenderungan alaminya untuk mengikuti pemimpinnya ke padang rumput baru merupakan faktor penting dalam menjadikan domba sebagai salah satu spesies ternak pertama yang didomestikasi. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Domba, Salah Satu Hewan Pertama yang Didomestikasi


Jumat, 25 April 2025

Jenggot Musa, Salah Satu Tanaman Hias Gantung Outdoor Paling Unik



Jenggot Musa (Tillandsia usneoides) merupakan tumbuhan epifit yang tumbuh menempel pada permukaan tanaman lain, seperti dahan pohon atau batang pohon, namun tidak merusak inangnya. Jenggot musa termasuk kedalam air plant atau tumbuhan udara yang tidak perlu tanah atau media tumbuh.

Tanaman ini berupa helaian-helaian batang kecil berwarna putih yang panjang menjuntai seperti jenggot. Karena itu, orang menyebutnya dengan jenggot musa atau jenggot kakek. Jenggot musa disebut juga lumut spanyol (spanish moss).

Jenggot Musa tumbuh di dahan-dahan pohon besar


Kendati populer dengan nama spanish moss atau lumut spanyol, sebetulnya tanaman jenggot musa bukan termasuk spesies lumut. Tanaman hias ini pun diketahui berasal dari Meksiko, Amerika Selatan, Amerika Serikat, serta Amerika Tengah. Orang-orang Perancis memang menyebutnya sebagai spanish moss sebab menilai bentuknya mirip dengan jenggot panjang penjajah spanyol.

Baca juga : Anggrek Hitam, Anggrek Hutan Khas Kalimantan Nasibnya Semakin Kelam

Tanaman ini banyak tumbuh di Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan, Hindia Barat dan Queensland, Australia. Jenggot musa tumbuh di wilayah tropis dan subtropis pada ketinggian 0 hingga lebih dari 3.000 meter yang beriklim hangat dengan kelembapan rata-rata hingga tinggi. Jadi, tanaman ini juga cocok tumbuh di Indonesia.

Meskipun Jenggot Musa tahan kekeringan, tetapi perlu untuk juga menyiramnya


Tumbuhan yang memiliki nama unik ini merupakan anggota keluarga Bromeliaceae, yang sama dengan nanas. Tumbuhan jenggot musa biasanya tumbuh subur di dahan pohon besar seperti pohon oak dan sancang. Jenggot musa tumbuh tergantung di cabang pohon tersebut di bawah sinar matahari penuh atau teduh parsial. Panjangnya sendiri bisa mencapai hingga 6 meter.

Jenggot musa berkembang biak dari biji dengan bantuan angin dan burung. Bunganya berwarna cokelat, hijau, kuning, atau abu-abu berukuran kecil dan tidak mencolok. Bunganya yang mekar pada periode musim panas akan tercium harum di pagi hari atau saat cahaya meredup.

Tillandsia recurvata


Uniknya, tanaman ini menyerap kelembapan dan nutrisi terutama kalsium dari udara dan air. Batang tipisnya ditutupi dengan sisik abu-abu yang merupakan daun kecil. Tanaman ini tidak memiliki akar sehingga daun-daun kecil ini membantu menyerap nutrisi dan kelembapan.

Jenggot musa terdiri dari satu atau lebih batang ramping, bantalan tipis, melengkung atau keriting, dan daun yang bersisik tebal dengan panjang 2–6 cm dan lebar 1 mm, yang tumbuh secara vegetatif dalam rantai seperti fashion (liontin), membentuk struktur gantung hingga 6 m.

Meski terlihat rapuh, jenggot naga memiliki ketahanan luar biasa terhadap kondisi kering dan mampu kembali hidup setelah periode kering panjang dengan mendapatkan air yang cukup. Selain itu, tanaman ini tidak merugikan pohon inangnya karena tidak mengambil nutrisi dari inang, melainkan hanya menggunakan pohon sebagai tempat bertengger.

Meskipun jenggot musa bukanlah parasit, kehadirannya jarang mematikan pohon tempatnya tumbuh, tetapi kadang-kadang menjadi begitu lebat sehingga memperlambat laju pertumbuhan pohon. Tanaman ini seringkali menjadi tempat berlindung bagi sejumlah makhluk, termasuk ular tikus dan tiga spesies kelelawar.

Tillandsia bergeri


Tumbuhan anggun ini pada zaman kuno dimanfaatkan untuk serat dalam pembuatan tembikar. Saat ini terutama digunakan sebagai hiasan dan sebagai obat-obatan dan bahan kosmetik. Tumbuhan jenggot musa ini berkhasiat untuk mengobati penyakit kulit, diabetes, kolesterol, rematik, kanker, dan menurunkan tekanan darah tinggi.

Baca juga : Paku Tanduk Rusa, Tanaman Hias Unik Penghias Rumah 

Jenggot musa telah digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk insulasi bangunan, mulsa, bahan pengemas, isian kasur, dan serat. Pada awal 1900-an digunakan secara komersial di bantalan jok mobil. Lebih dari 10.000 ton jenggot musa yang diproduksi pada tahun 1939.

Tillandsia setacea


Saat ini, jenggot musa dikumpulkan dalam jumlah yang lebih kecil untuk digunakan dalam seni dan kerajinan, sebagai alas tidur untuk taman bunga, dan sebagai bahan pembuatan bousillage, ramuan tradisional, dan bahan penutup dinding.

Di daerah gurun Amerika Serikat bagian barat daya, jenggot musa yang telah kering digunakan dalam pembuatan pendingin evaporatif. Jenggot musa banyak digunakan untuk mendinginkan rumah dan kantor, sehingga jauh lebih murah daripada menggunakan AC.

Tillandsia capillaris


Teknologi pendinginnya menggunakan pompa yang menyemprotkan air ke alas yang terbuat dari tanaman jenggot musa. Kemudian, kipas menarik udara melalui bantalan dan masuk ke dalam gedung. Penguapan air pada bantalan berfungsi untuk menurunkan suhu udara sehingga mendinginkan bangunan.

Jenggot musa adalah merujuk pada tanaman Tillandsia usneoides. Namun, dalam konteks yang lebih luas, ada beberapa spesies lain dalam genus Tillandsia yang memiliki karakteristik serupa dengan Tillandsia usneoides dan sering dianggap sebagai “jenggot musa” atau memiliki penampilan seperti lumut udara.

Diantaranya Tillandsia recurvata, tanaman ini memiliki nama umum ball moss. Bentuknya lebih seperti bola daripada untaian panjang. Memiliki daun yang melengkung ke atas dan membentuk gumpalan. Tersebar luas di Amerika Serikat bagian selatan dan Amerika Tengah. Sering kali tumbuh di dahan pohon, tiang listrik, dan struktur lainnya.

Tillandsia bergeri, memiliki daun hijau keabu-abuan yang lebih tebal dan kaku dibandingkan T. usneoides. Tillandsia ini membentuk roset kecil yang menggantung. Tanaman ini berasal dari Argentina, sering digunakan dalam dekorasi karena penampilannya yang menarik dan perawatannya yang mudah.

Tillandsia stricta


Tillandsia setacea, memiliki daun yang panjang dan tipis, dengan warna hijau hingga merah kecoklatan. Ditemukan di Florida, Karibia, dan Amerika Tengah. Tumbuh di daerah dengan kelembaban tinggi, seperti rawa-rawa.

Baca juga : Sirih Gading, Tanaman Hias Penghilang Polutan dan Penyedia Pasokan Oksigen

Tillandsia capillaris, merupakan tanaman kecil dengan daun yang sangat tipis dan halus, mirip dengan rambut, asli dari Amerika Selatan. tanaman ini menyerupai T. usneoides dalam ukuran kecil, seringkali membentuk massa yang padat.

Tillandsia funckiana


Tillandsia stricta, tanaman jenggot musa jenis ini memiliki daun yang lebih lebar dan tebal dibandingkan dengan T. usneoides. Biasanya membentuk roset yang lebih kompak, asli dari Brasil. Sering digunakan dalam taman vertikal dan sebagai tanaman hias.

Tillandsia funckiana, tanaman ini memiliki daun yang halus dan panjang, tumbuh dalam pola spiral, merupakan tanaman asli dari Venezuela. Tumbuh dengan penampilan yang unik dan sering berbunga dengan warna merah cerah.

Tillandsia aeranthos


Tillandsia aeranthos, memiliki daun yang lebih lebar dan kaku, dengan warna hijau cerah, asli dari Amerika Selatan. Sering digunakan sebagai tanaman hias karena kemampuannya untuk tumbuh di berbagai kondisi. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Jenggot Musa, Tanaman Unik yang Bisa Hidup Tanpa Media Tumbuh


Kamis, 24 April 2025

Kacamata Makassar, Burung Pleci Endemik Sulawesi Selatan Berpenampilan Spesial





Kacamata Makassar (Zosterops anomalus) merupakan burung berkicau kecil yang hidup di Sulawesi Selatan. Burung kacamata atau burung pleci sebutan untuk burung yang termasuk kedalam famili Zosteropidae. Nama Zosterops sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti “sabuk mata”.

Namun tidak semua jenis burung kacamata memiliki ciri khas berupa cincin lingkaran pada matanya. Kareana berdasarkan kajian filogeni terbaru, bisa jadi kelompok burung jenis ini merupakan bagian dari famili Timaliidae.

Burung Kacamata atau disebut juga burung Pleci



Burung kacamata pada umumnya hidup berkelompok, setiap kelompok bisa terdiri dari lebih 4 burung kacamata. untuk membedakan antara burung jantan dan betina biasanya dengan melihat bentuk ekor dan juga tebal / tipisnya kacamata yang terdapat di sekitar mata burung tersebut.


Sedangkan burung kacamata Makassar ini termasuk burung endemik yang hanya bisa ditemukan di Pulau Sulawesi. Dalam bahasa setempat, kacamata makassar dikenal dengan nama burung cui-cui. Dalam bahasa inggris sering disebut Black-ringed White-eye.

Pleci Togian (Zosterops somadikartai)



Ini dikarenakan umumnya burung jenis ini memiliki ciri dengan lingkaran di sekitar mata berwarna putih. Tapi tidak dengan burung Kacamata Makassar ini yang lingkaran di sekitar matanya justru berwarna hitam.

Burung kacamata/pleci Makassar mempunyai tubuh berukuran kecil, dengan panjang berkisar antara 8–15 cm. Dahi dan tenggorokan berwarna kuning. Lingkar matanya hitam, tidak putih sebagaimana spesies-spesies burung pleci pada umumnya, dan penutup ekor bawah berwarna putih.

Pleci Wallace (Zosterops wallacei)


Sekilas, penampilannya mirip pleci Togian atau pleci Wallace. Yang membedakannya, burung pleci Togian mempunyai bagian dahi berwarna hitam, sedangkan pleci Wallacea mempunyai lingkar mata kuning terang.


Kacamata Makassar hanya dijumpai hidup di wilayah Sulawesi Selatan. Burung ini kerap dijumpai secara berpasangan maupun dalam kelompok besar yang terdiri atas 15 individu atau lebih. Burung kacamata Makassar ini sering dijumpai di hutan Karaenta.

Burung Kacamata Makassar mempunyai lingkaran hitam di matanya


Pagi-pagi burung cui-cui ini keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Makanan burung kacamata Makassar berupa serangga, nektar bunga, dan buah-buahan. Burung ini mencari makan bersama kelompoknya atau bergabung dengan kelompok burung lainnya.

Habitatnya di perbukitan bersemak yang dihutankan, hutan sekunder, dan tepian hutan hingga ketinggian 1.370 meter dari permukaan laut (dpl). Musim berkembang biak umumnya berlangsung sejak April hingga Agustus/September.

Burung kacamata Makassar sering dijumpai di hutan Karaenta


Burung induk membangun sarang dengan menggunakan bahan-bahan sarang seperti jaring laba-laba, akar, dan rumput kering. Bentuk sarang seperti mangkuk terbuka yang ditinggali induk betina semasa bertelur, mengeram, hingga anaknya menetas.


Suara kicauan burung kacamata Makassar cukup berbeda dari suara pleci kebanyakan. Iramanya lebih ngerol, dengan suara ngebas dan lantang. Jika diamati, suaranya mirip pleci wallacea, dengan irama lebih cepat dan ada suara ngerol. Nyanyiannya terdengar pendek dan terpotong, “chewerchiwitchiwitchiwitwiteroo”, serta panggilan bergetar dan nada “chew” tunggal.

Kacamata Makassar sering menggunakan jaring laba-laba untuk sarangnya



Sulawesi menjadi salah satu kawasan penting bagi konservasi beragam jenis burung endemik yang jumlahnya paling banyak di Indonesia. Sedikitnya ada 12 genus dan lebih dari 120 spesies burung endemik di Sulawesi, salah satunya kacamata Makassar.

Di kawasan ini ditemukan setidaknya 9-10 jenis pleci/kacamata, termasuk yang hidup di pulau-pulau terisolasi. Isolasi inilah yang mengakibatkan terbentuknya variasi, baik dalam morfologi maupun suara kicauannya. Hal ini pula yang menyebabkan burung kacamata Makassar memiliki penampilan sangat spesial. (Ramlee)


Sumber : remen.id


Kayu Manis, Rempah Populer dan Serbaguna dengan Cita Rasa Manis Sekaligus Pedas

Kayu Manis (Cinnamomum zeylanicum) merupakan sejenis pohon yang memiliki berbagai manfaat yang penting. Ini adalah pohon yang menghasilkan ...