Blog Hobi dan Informasi

Jumat, 04 April 2025

Celosia, Tanaman Hias Berbunga Mirip Jengger Ayam yang Cantik dan Mudah Dirawat



Celosia merupakan tumbuhan berbunga yang menarik perhatian banyak orang dengan bentuk uniknya. Di Indonesia, gelosia dikenal dengan nama bunga jengger ayam. Sebutan ini diberikan karena bentuk bunga yang mirip dengan jengger ayam. Bunga celosia memiliki warna yang menarik sehingga banyak dijadikan tanaman hias.

Celosia berasal dari daerah tropis di Amerika Selatan, terutama di wilayah Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun, seiring waktu, tumbuhan ini menyebar ke berbagai belahan dunia dan kini ditemukan tumbuh di banyak wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia.

Popularitas bunga celosia tidak hanya karena keindahan bunganya, tetapi juga karena daya tahan yang baik terhadap kondisi iklim yang beragam. Bunga satu ini awalnya dianggap sebagai tanaman liar. Tanaman tersebut sangat mudah ditemukan di berbagai tempat, termasuk pekarangan rumah kosong atau bahkan kebun-kebun yang tidak terawat.

Bentuk bunga celosia mirip pial (jengger) ayam jago


Dalam perjalanannya, tanaman ini rupanya ‘naik kelas’. Bunga yang masuk dalam family bayam-bayaman (Amaranthaceae) ini pun populer sebagai tanaman hias karena celosia yang ditanam secara bergerombol tampak begitu indah saat mekar. Pesona bunga jengger ayam tidak kalah dengan bunga tulip di Belanda.

Baca juga : Bunga Matahari, Tanaman Hias Berkhasiat Obat 

Celosia merupakan tumbuhan satu musim. Masa hidupnya bisa bertahan hingga 1 tahun saja. Kepopulerannya tidak lepas dari kemudahan membudidayakannya dan sifatnya yang tahan segala medan. Celosia bisa tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m dpl, suhu panas 30-35 °C.

Celosia cristata


Tanaman ini menyukai tempat dengan curah hujan tahunan antara 1.500-2.500 mm/th, pH tanah antara 6-6,5. Celosia berakar tunggang, berbatang tebal dan kuat, bercabang, beralur, dan dapat tumbuh setinggi 60-90 cm. Daunnya tunggal, bertangkai dan letaknya berselang-seling.

Helaian daun celosia berbentuk bulat telur sampai memanjang antara 5 – 12 cm dengan lebar sekitar 3 hingga 7 cm dengan ujung meruncing. Bunganya majemuk berbentuk bulir, tebal berdaging yang bagian atasnya melebar seperti jengger ayam jago. Bunganya tersusun rapat dan bercabang, dengan tekstur seperti beludru.

Warna bunganya pun beragam, mulai dari merah, kuning, jingga, hingga ungu, memberikan nuansa ceria dan semarak pada taman atau pekarangan rumah. Beberapa jenis celosia memiliki daun berwarna hijau, namun terkadang juga berwarna merah. Keunikan yang dimiliki oleh bunga ini membuat nilainya cukup tinggi. Banyak kolektor tanaman-tanaman hias yang mencari bunga ini sebagai koleksi.

Buah celosia berbentuk bulat telur, dengan warna merah kehijauan, retak sewaktu masak. Bijinya berukuran kecil dan berwarna hitam. Perbanyakan celosia dilakukan secara generatif (biji), dengan melakukan penyemaian terlebih dahulu. Setelah 2 minggu mulai tumbuh 3-4 helai daun, lakukan penjarangan, agar tanaman dapat tumbuh optimal.

Celosia plume


Belakangan tanaman jengger ayam sering ditanam dalam jumlah banyak di taman. Dengan begitu deretan bunga ini akan tertata dengan baik dan indah untuk dipandang. Selain sebagai tanaman hias, bunga jengger ayam juga sering digunakan sebagai bunga potong. berbeda halnya dengan bunga celosia plume yang lebih sering digunakan sebagai tanaman hias indoor.

Baca juga : Bunga Desember, Tanaman Hias Unik yang Mekar pada Akhir Tahun

Bunga celosia dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Cockscomb (Celosia Cristata) dan Tipe Plume (Celosia Plume). Bunga celosia jenis Cockscomb, dikenal juga sebagai bunga kipas, memiliki bentuk yang sangat menarik dan mengingatkan pada rona kipas atau kelopak merak.

Celosia dengan bentuk bunga dan warna yang menawan


Bunga ini memiliki permukaan yang bergelombang dan kerucut yang menonjol di tengahnya. Cockscomb mempunyai warna cerah seperti merah, oranye, kuning, dan merah muda. Bunga ini sering digunakan sebagai bunga potong dan taman hias untuk memberikan sentuhan unik dan menarik.

Tipe plume dari bunga celosia memiliki bulu-bulu halus dan lembut yang mirip dengan bulu merak. Bunga plume memiliki tekstur yang lebih lembut dan terlihat lebih ringan daripada bunga cockscomb. Warna-warna cerah seperti ungu, merah, oranye, dan kuning umumnya hadir pada bunga plume. Tipe plume ini memberikan tampilan yang elegan dan lebih “ringan” dibandingkan dengan bentuk kipas.

Perbedaan visual antara Cockscomb (Celosia cristata) dan tipe plume (Celosia plume), terletak pada bentuknya. Cockscomb memiliki bentuk yang menyerupai batu karang, dengan permukaan bergelombang dan kerucut menonjol di tengahnya, memberikan tampilan yang dramatis dan unik.

Di sisi lain, tipe plume memiliki bentuk bunga yang lebih mirip dengan batu tegak, dengan bulu-bulu halus yang menciptakan kesan lembut dan elegan. Kedua varietas ini menawarkan estetika yang berbeda, dengan Cockscomb cocok untuk tampilan mencolok, sementara tipe plume lebih sesuai untuk dekorasi yang lebih halus dan ringan.

Celosia kerap digunakan sebagai bunga potong


Informasi mengenai manfaat suatu tumbuhan memang selalu banyak dicari, termasuk manfaat dari tanaman Celosia. Bagian daun celosia hingga bunganya dapat dikonsumsi oleh manusia. Meski bentuknya sedikit aneh, bunga jengger ayam atau celosia mengandung minyak lemak, kaempferitrin, amaranthin, pinitol, dan isocelosianin.

Baca juga : Bunga Wijaya Kusuma, Queen of The Night yang Anggun dan Eksotis

Bunganya ternyata terasa manis dan sifatnya sejuk. Sedangkan pada dedaunnya terdapat saponin, flavonoid dan pelifenol. Sementara bijinya mengandung fenolik, celosialdehyde, saponin (cristatin, celosin A-D), flavonoid, steroid, triterpenoid.

Taman bunga celosia di Kudus jadi obyek wisata


Dengan demikian dibalik keindahannya, celosia menyimpan segudang manfaat. Karena dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi gigitan serangga, gangguan penglihatan, anti radang (antiinflamasi), kencing nanah, haid tidak teratur, kejang perut, diare, disentri, dan keputihan.

Juga mampu menghentikan pendarahan (hemostatis) seperti mimisan, batuk darah, muntah darah, air kemih berdarah, wasir berdarah, dan pendarahan rahim. Mengatasi infeksi saluran kencing, meredakan demam, dan memperkuat penglihatan. Daunnya pun tak kalah bermanfaat, dapat diolah menjadi lalapan atau dimasak menjadi sayur. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Celosia, Tanaman Berbunga Unik dan Indah dengan Segudang Manfaat untuk Pengobatan


Rabu, 02 April 2025

Pipit Matari, si Merah Papua yang Pemarah



Pipit Matari (Neochmia phaeton evangeline) merupakan burung kecil yang dikenal karena warna bulu merah cerah dan sifatnya yang agresif. Pipit matari termasuk salah satu jenis burung finch, dan hanya bisa ditemukan di Papua serta Australia. Burung pipit matari memang cantik dari aspek penampilan dan warna bulunya. Tetapi suara kicauannya cenderung kurang berirama. Jadi, pipit matari lebih tepat dikelompokkan sebagai burung hias.

Burung ini mempunyai bulu khas berwarna merah cerah dan dikenal karena agresinya. Pipit matari mempunyai tubuh berukuran kecil dengan panjang sekitar 13 cm. Bagian muka hingga dada berwarna merah terang, perut putih, punggung dan sayap cokelat, kaki kuning, dan ekor berbentuk meruncing.

Burung yang di dunia Internasional disebut Crimson Finch ini hanya terdiri atas dua ras/subspesies dengan wilayah persebaran yang berbeda, serta memiliki sedikit perbedaan penampilan. Kedua ras tersebut adalah Neochmia phaeton phaeton, ras ini mempunyai wilayah persebaran mulai dari wilayah utara Australia Barat.

Pipit matari ras Australia/Black-bellied Crimson Finch (Neochmia phaeton phaeton)


Kemudian di wilayah utara Northern Territory hingga Queensland. Pipit matari ras Australia memiliki bulu perut berwarna hitam. Sehingga dalam literatur perburungan internasional disebut dengan black-bellied crimson finch.

Baca juga :  Zebra Finch, Burung Aussie yang Cantik dan Mudah Perawatannya

Berikutnya Neochmia phaeton evangeline, ras ini memiliki wilayah persebaran di wilayah selatan Papua dan ujung timur-laut Austalia. Pipit matari ras papua memiliki perut berwarna putih (white-bellied crimson finch), dengan ekor lebih pendek daripada saudaranya yang ada di Australia.

Pipit matari ras Papua/White-bellied Crimson Finch (Neochmia phaeton evangeline)


Pipit matari hidup dalam kelompok burung kecil atau dalam kawanan besar bergerombol, bercampur bersama jenis pipit lainnya seperti bondol. Pipit matari memiliki habitat beragam, seperti savana, hutan bambu, padang rumput yang berawa, areal perkebunan, hingga daerah dengan rumput tinggi di dekat danau atau tepian sungai.

Habitat favorit pipit matari adalah daerah dengan rumput tinggi dan lebat. Burung ini biasanya tinggal di dekat lahan basah (vegetasi riparian) yang memiliki banyak pohon pandan. Untuk bersarang, pipit matari memanfaatkan semak belukar dan semak kering untuk membuat sarang di pangkal pohon pandan. Sarang juga biasanya didirikan di dalam dahan pohon yang berlubang.

Sepasang pipit matari di penangkaran


Pipit matari jantan dan betina bisa dibedakan dari penampilan dan warna bulunya. Burung jantan mempunyai bulu-bulu dengan warna merah yang lebih terang di bagian dadanya. Sebaliknya, burung betina memiliki berwarna lebih kusam atau lebih keabu-abuan.

Baca juga :  Gould Amadin, Burung Pipit Warna-Warni Asal Benua Australia

Untuk berkembang biak, sistem perkawinan utama pipit matari adalah monogami. matari dikenal non-teritorial dan membangun sarang di dekat sarang burung lain. Pipit matari terutama bersarang di daerah yang terletak di pusat vegetasi riparian dan sungai.

Habitat favorit pipit matari di daerah dengan rumput tinggi dan lebat


Tidak seperti burung passerine selatan lainnya yang memiliki sarang kecil, pipit matari memiliki ukuran lingkaran sarang yang besar. Penyimpangan ini dapat dijelaskan dengan tingginya tingkat pemangsaan sarang oleh reptil. Burung pipit matari dapat berlaku sangat agresif dan kerap menyerang burung lain, terutama saat berkembang biak.

Burung jantan dan betina akan saling membantu-membantu dalam membangun sarang. Pipit matari betina bertelur sebanyak 6 butir yang berwarna putih, dan mulai mengerami sekitar 4 hari setelah telur pertama diletakkan. Kedua indukan akan bergantian mengerami telur-telur tersebut.

Pipit matari remaja


Setelah menetas, kedua induk juga akan bergantian merawat dan memberi makan anak-anaknya. Saat berumur 4 minggu, anakan pipit matari bisa keluar dari sarangnya, namun tetap diberi makan oleh kedua induknya selama 4 minggu berikutnya sampai bisa makan sendiri.

Baca juga :  Blackthroat, Burung Berkicau Kecil dengan Suara dan Nyanyian yang Mempesona

Pipit matari terkenal karena perilaku agresifnya, maka burung ini mendapatkan julukan “pipit darah” dan “pipit pembunuh”. Jantan agresif terhadap burung dari spesies yang sama maupun spesies yang berbeda. Burung pipit matari betina juga menunjukkan perilaku agresif yang sama terhadap penyusup jika sedang mengerami. Namun, sedikit yang diketahui tentang perilaku agresi burung pipit matari betina.

Burung pipit matari adalah burung pemakan biji-bijian


Burung pipit matari pemakan biji-bijian terutama memakan biji rumput. Salah satu contohnya adalah Xerochloa imberbis, sejenis rumput padi. Pipit matari juga memakan serangga. Pipit matari memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi (70-96%). Burung ini dapat hidup hingga 5 tahun dan lebih.

Menurut Daftar Merah IUCN, burung pipit matari diklasifikasikan sebagai “paling tidak diperhatikan” Populasi saat ini stabil dan tidak melihat ancaman substansial. Namun, habitatnya sudah rentan akibat perubahan peruntukan lahan dan pembangunan. Meskipun demikian, pipit matari telah beradaptasi dan belum menemui masalah yang signifikan seperti yang ditunjukkan oleh keberhasilan bersarang dan berkembang biak burung ini yang tidak terpengaruh. (Ramlee)


Sumber : remen.id

Pipit Matari, si Cantik dari Tanah Papua yang Agresif


Celosia, Tanaman Hias Berbunga Mirip Jengger Ayam yang Cantik dan Mudah Dirawat

Celosia merupakan tumbuhan berbunga yang menarik perhatian banyak orang dengan bentuk uniknya. Di Indonesia, gelosia dikenal dengan nama bu...